Dalam hal ini penulis berkenan melakukan penulisan hukum tentang kasus korban penganiayaan kemudian mencabut laporannya ke kepolisian dan proses hukum atas kasus tersebut dihentikan serta tersangka penganiayaan tersebut dilepaskan dari tahanan. Suatu perbuatan dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana penganiayaan apabila memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP. Penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik karena adanya kesepakatan damai antara Pelapor dan Terlapor seharusnya tidak dapat menghentikan proses hukum yang sedang berlangsung di tingkat penyidikan. Penyidik seharusnya melanjutkan penyidikan yang telah dilakukan walaupun telah terjadi perdamaian antara Pelapor dengan Terlapor tanpa harus menghentikan proses penyidikan. Dikarenakan bahwa dalam hukum pidana proses penghentian perkara tergantung pada jenis deliknya, apakah termasuk kategori delik aduan atau delik biasa, sedangkan penganiyaan termasuk dalam delik biasa. Berdasarkan hal tersebut penulisi ingin meneliti: (1) Apakah pencabutan laporan terhadap tindak pidana penganiayaan oleh korban dapat menghentikan penyidikan? (2) Bagaimana penegakan hukum terhadap laporan tindak pidana penganiayaan di Kepolisian Sektor Jagakarsa? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Adapun pendekatan yuridis empiris yaitu cara yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tentang dimana seseorang yang menjadi korban penganiayaan kemudian mencabut laporannya di Kepolisian Sektor (Polsek) Jagakarsa dan untuk mengetahui analisis hukum terhadap penghentian penyidikannya serta penggunaan Restorative Justice. |