Latar Belakang. Mahasiswa merupakan salah satu populasi dalam masyarakat dengan angka prevalensi depresi yang cukup tinggi, terutama mahasiswa kedokteran. Salah satu mekanisme coping terhadap depresi adalah melakukan pembelanjaan berlebih yang akan memicu individu menderita Compulsive Buying Disorder (CBD). CBD adalah topik yang jarang diketahui oleh masyarakat meskipun memiliki dampak negatif jangka pendek maupun jangka panjang yang banyak. Oleh karena itu, perlu penelitian mengenai hubungan antara depresi dan CBD.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara depresi dan CBD.
Metode. Penelitian observasional analitik dengan studi potong lintang (cross sectional) terhadap 107 responden dari mahasiswa preklinik FKIK UAJ. Responden mengisi kuesioner Depression, Anxiety, and Stress Scale (DASS) dan Edward Compulsive Buying Scale Revised (ECBSR) yang dibagikan secara online. Analisis data diuji dengan uji Chi-Square. Hipotesis nol ditolak apabila p<0,05.
Hasil. Mayoritas mahasiswa preklinik FKIK UAJ adalah penderita depresi. Sebanyak 62,6% (67 mahasiswa) menderita depresi. Mahasiswa preklinik FKIK UAJ yang tergolong CBD adalah sebanyak 25,2% (27 mahasiswa). Analisa antara depresi dan CBD menunjukkan p value = 0,019. Mengingat p value < 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan antara depresi dan CBD dengan Odds Ratio (OR) sebesar 3,42.
Kesimpulan. Terdapat hubungan antara depresi dan CBD pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Mahasiswa dengan depresi akan memiliki risiko yang lebih tinggi sebesar 3,42 kali untuk mengalami CBD dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengalami depresi. |