Pencantuman klausa baku dalam sebuah perjanjian tidak dilarang selama klausa baku yang dicantumkan tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang. Tetapi memang faktanya, pencantuman klausa baku banyak merugikan pihak konsumen. Dalam kasus di putusan Pengadilan Negeri Nomor 689/Pdt.Sus-BPSK?2019/PN Jakarta Utara, awal mulanya adalah pihak konsumen yang melakukan wanprestasi karena tidak setuju dengan klausa baku yang dicantumkan oleh pelaku usaha. Sehingga terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang membuat konsumen mengajukan gugatan keberatan ke BPSK karena tidak terima mendapat sanksi setelah melakukan pelanggaran kewajiban. Berdasarkan hal tersebut Penulis merumuskan 2 permasalahan, yaitu bagaimanakah kesesuaian-tidaknya argumentasi hukum pembatalan klausul baku Perjanjian Jual Beli Apartemen dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan diperiksa tidaknya argumentasi hukum menganai dalil-dalil hukum menyangkut klausa baku. Penulisan studi kasus ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menulusuri peratura-peraturan hukum, buku, dan jurnal terkait dengan judul yang diambil. Kesimpulan dari penulisan studi kasus ini adalah adanya kekeliruan dan ketidakpastian hukum dari lembaga-lembaga terkait yang menangani permasalahan hukum mengenai klausul baku. Kemudian juga seharusnya konsumen tidak langsung mengajukan permohonan keberatan ke BPSK karena konsumen tersebut juga telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu wanprestasi. |