Sebagian besar orang setuju bahwa mendengarkan musik dapat meregulasi emosi negatif dan menimbulkan emosi senang. Dengan kata lain, musik dapat digunakan sebagai sarana regulasi emosi yang adaptif bagi manusia. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan secara konsisten bahwa perbedaan individu, khususnya trait neuroticism, berhubungan secara signifikan dengan fungsi musik sebagai sarana regulasi emosi. Meskipun begitu, penelitian yang melihat sejauh mana peran trait neuroticism terhadap fungsi adaptif mendengarkan musik masih belum banyak ditemukan di Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa trait neuroticism dapat memprediksi secara signifikan fungsi adaptif mendengarkan musik sebagai regulasi emosi, yaitu untuk stress, anger, anxiety, dan loneliness regulation.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain korelasional dan tipe prediction design. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 205 orang dengan karakteristik sebagai Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Jabodetabek, berusia 18-25 tahun, dan tidak pernah mengikuti les/kursus/sekolah musik secara khusus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan link kuesioner di media sosial, kemudian data penelitian dianalisis menggunakan analisis regresi linear sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa trait neuroticism tidak memprediksi secara signifikan fungsi adaptif mendengarkan musik, khususnya sebagai stress, anger, anxiety, dan loneliness regulation. Hal ini didukung dengan tidak terpenuhinya tiga asumsi regresi linear, yaitu normalitas residual, linearitas, dan homoskedastisitas. Penelitian berikutnya dengan variabel serupa dapat dilakukan pada situasi yang terkontrol, sehingga peneliti dapat memastikan bahwa partisipan hanya menggunakan satu fungsi musik yang ingin diteliti saja. Selain itu, peneliti juga dapat mengontrol variabel jenis kelamin dan trait kepribadian partisipan yang lain, karena dapat berkontribusi dalam memengaruhi hasil penelitian. |