Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan tanpa izin memiliki dampak negatif dari kegiatan tersebut diantaranya adalah penumpukan sampah, erosi, gangguan terhadap habitat dan hilangnya satwa dari hutan. Pertambangan Tanpa Izin biasanya dilakukan oleh Masyarakat Lokal yang memanfaatkan lahan-lahan tambang milik sebuah badan hukum dan dilakukan dengan metode tradisional. Akan tetapi, Hukum Pidana juga mengakui Subjek Hukum Badan Hukum Korporasi dalam Bentuk Perusahaan sebagai Pelaku Penambangan Tanpa Izin. Tindak Pidana ini pun dapat melibatkan wilayah kehutanan sebagai sumber penopang kehidupan untuk masyarakat Indonesia. Dalam meneliti permasalahan tersebut, ada dua contoh putusan yang memiliki penerapan hukum yang berbeda terhadap Korporasi, yaitu Putusan Nomor 115/Pid.B/LH/2020/PN Unh yang menggunakan UU Nomor 18 Tahun 2013 dan Putusan Nomor 202/Pid. Sus/2021/PN.Tpg yang menerapkan ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2020. Pertanyaan yang timbul terhadap masalah tersebut adalah, bagaimana Perbandingan Penerapan Tanggung Jawab Pidana dalam Putusan Nomor 115/Pid.B/LH/2020/PN Unh dan Putusan Nomor 202/Pid. Sus/2021/PN.Tpg? dalam menjawab masalah tersebut, maka digunakanlah Metode Penelitian Yuridis Normatif yang kemudian dapat disimpulkan bahwa Penerapan Tanggung Jawab Pidana pada Putusan Pertama yaitu Putusan Nomor 115/Pid.B/LH/2020/PN. Unh, diketahui bahwa kesalahan yang dibuktikan ialah kesalahan dari Korporasi sehingga Pelaku yang dipidana merupakan Korporasi. Sedangkan pada Putusan Kedua yaitu Putusan Nomor 202/Pid.Sus/2021/PN. Tpg, Direktur Utama lah yang dipidana sebagai Pelaku dari Pertambangan Tanpa Izin. Menurut Peneliti, pada Putusan Pertama seharusnya Korporasi dan Pengurus dipidana, demikian juga pada Putusan Kedua seharusnya Pengurus dan Korporasi yang dipidana, sehingga sanksi yang dikenakan ialah Pidana Denda untuk Korporasi dan Pidana Penjara untuk Pengurus Korporasi. |