Penghapusan Proses Peradilan Dalam Hal Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Ditinjau dari Peraturan Perundang-Undangan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan merupakan pembahasan dalam penelitian ini dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, menggunakan data sekunder, dan metode penelitian kualitatif. Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menimbulkan permasalahan hukum bagi praktisi hukum, akademisi hukum, maupun Ormas itu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena pembubaran Ormas tidak lagi dilakukan melalui mekanisme proses peradilan sejak munculnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, tetapi dapat dibubarkan langsung berdasarkan subjektivitas Pemerintah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Hal tersebut tentu tidak sejalan dengan prinsip negara hukum dan penghormatan hak asasi manusia dimana negara hukum mengedapankan asas due process of law (proses penyelenggaraan hukum yang baik dan tidak memihak) dan penghormatan hak asasi manusia yaitu kebebasan berserikat dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian, penyelenggaraan proses peradilan bagi setiap orang, kelompok, maupun badan yang dianggap bertentangan dengan hukum di Indonesia sudah sepatutnya diterapkan dengan menjunjung tinggi prinsip negara hukum dan penghormatan hak asasi manusia, yaitu melalui mekanisme proses peradilan oleh pengadilan. Hal tersebut tentunya bertujuan agar Pemerintah tidak melampaui kewenangan dan bertindak sewenang-wenang khususnya terhadap Ormas. |