Salah satu masalah yang sering terjadi di Indonesia adalah masalah korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit yang muncul perlahan-perlahan sebagai momok yang dapat membawa kehancuran bagi perekonomian Negara. Ada 6 (enam) poin revisi UU KPK yang telah dibahas dan disetujui bersama oleh DPR. Satu diantaranya pembentukan Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas nantinya akan mengawasi kewenangan dan tugas KPK. Kejelasan pembagian kewenangan, maka mekanisme kontrol pengawasan yang efektif bagi semua lembaga. Masalah Penelitian hukum ini adalah: 1) Bagaimana dampak dari dibentuknya Dewan Pengawas KPK terhadap kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi?. 2) Bagaimana bentuk pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas KPK terhadap penyadapan yang dilakukan oleh KPK dalam dugaan terjadinya tindak pidana korupsi?. Metode Penelitian menggunakan metode Yuridis Empiris dengan tambahan wawancara online. Hasil penelitiannya adalah dalam rangka pemberantasan korupsi, maka Undang-Undang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyadapan, itu diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK. Mekanisme penyadapan terhadap telekomunikasi oleh aparat penegak hukum KPK dilaksanakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP), yang ditetapkan oleh KPK dan diberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. KPK Mengirim identifikasi sasaran yang hendak disadap alat komunikasinya kepada penyelenggara telekomunikasi, yang mana pelaksanaan pengiriman identifikasi sasaran sebagaimana dimaksud dilakukan secara elektronis. Namun dengan munculnya Dewas membuat KPK menjadi kurang efektif dalam melakukan penindakan. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi perkara 70 yang diajukan oleh UII, uji materilnya dikabulkan sebagian yaitu Pasal 12 B Ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019, terkait izin penyadapan terhadap pasal tersebut dibatalkan. Jadi pada intinya Dewan Pengawas itu dikurangi kewenangannya. |