Etnis Tionghoa memiliki sejarah panjang sebagai kelompok minoritas yang kesulitan membaur dengan etnis lain di Indonesia karena persoalan sosialpolitik. Permasalah tersebut dapat mempengaruhi relasi khususnya dalam menjalin hubungan pernikahan Masalah yang timbul kadang-kadang semakin bertambah ketika pasangan suami istri memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan budaya dan prasangka yang ada diantara etnis Tionghoa dengan non Tionghoa menyebabkan relasi antara etnis Tionghoa dengan non Tionghoa di Indonesia seringkali tidak harmonis dan penuh prasangka. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai psychological well being WNI etnis Tionghoa yang menikah dengan WNI etnis non Tionghoa. Terdapat enam dimensi psychological well being dari Ryff (1995), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, petumbuhan pribadi, dan tujuan hidup. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara semi terstruktur dan pemilihan partisipan dengan cara purposive sampling. Partisipan penelitian ini berjumlah tiga WNI etnis Tionghoa yang telah menikah dengan WNI etnis non Tionghoa selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa satu partisipan memiliki kondisi psychological well being yang baik, sedangkan dua partisipan lainnya walaupun baik tetapi kurang optimal. Dimensi penerimaan diri sangat terkait dengan pengalaman masa lalu partisipan yang juga turut mempengaruhi psychological well being pada pemilihan pasangan pada salah satu partisipan. Sementara ke lima dimensi lain lebih dipengaruhi pengalaman setelah melakukan pernikahan. Selain itu, terdapat faktor yang mempengaruhi yaitu keluarga dan pemahaman akan budaya dari pasangan. |