Menteri merupakan pejabat negara yang dapat diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sebagai bentuk pertanggungjawaban secara administratif berupa mandat untuk membantu Presiden menjalankan pemerintahan, walaupun demikian Menteri tidak dapat merangkap jabatan dikarenakan sudah diatur dalam Pasal 23 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara jika dilanggar, dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana maupun sanksi administratif yang telah diatur dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Oleh sebab itu, masalah yang dibahas adalah (1) Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban menteri dalam melaksanakan wewenang terhadap Presiden? (2) Bagaimanakah pengangkatan dan pemberhentian Menteri yang merangkap jabatan dalam dunia politik? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis Normatif dengan metode perolehan data berupa Studi Kepustakaan dan Wawancara serta Metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian yang telah disusun oleh penulis adalah Dengan adanya pembatasan wewenang agar dalam mempertanggungjawabkannya tidak terjadi cacat hukum dikarenakan setiap tugas dan tanggungjawab sesuai target yang dibutuhkan, jika target tidak terlaksana dengan baik, maka Menteri tersebut dapat diberhentikan. Dalam pengangkatan dilakukan oleh Presiden didalamnya terdapat kontrak politik dikarenakan pelaksanaannya terdapat banyak partai yang menduduki bidang pemerintahan, sehingga Indonesia bisa dikatakan menggunakan sistem pemerintahan Presidensial Multipartai. |