Legal Memorandum ini membahas mengenai pemberian ganti rugi atas utang yang telah jatuh tempo melebihi 20 tahun. Dalam kehidupan sehari-hari, memang sudah menjadi kelaziman dalam perjanjian utang-piutang bahwa seseorang wajib membayar utangnya sesuai dengan jumlah yang ia terima. Namun, hal ini akan merugikan pihak kreditur jika saat mengambil pelunasannya, nilai uang telah berubah seiring dengan berjalannya waktu. Dalam kesempatan ini, Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif. Penulis membahas kasus utang piutang antara Tn. Teodorus Budi Santoso (Kreditur) dengan Tn. Antonius Suryani (Debitur). Permasalahan hukum dari kasus ini ada dua. Pertama, mengenai apakah Tn. Antonius Suryani selaku debitur dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi terhadap utang-utangnya kepada Alm. Teodorus Budi Santoso. Kedua, mengenai penentuan ganti rugi atas perjanjian utang piutang yang terjadi lebih dari 20 tahun lalu. Dalam kasus ini, Debitur melakukan beberapa kali peminjaman uang kepada Kreditur pada tahun 1992, 1993, 1995, dan 1998. Namun, sampai dengan tanggal jatuh tempo, bahkan sampai dengan tahun 2020, Debitur tak kunjung melakukan pelunasan atas utang-utangnya. Dengan melihat bahwa utang Debitur telah jauh melewati tanggal jatuh tempo, maka tentu nilai uang telah berubah. Apalagi jika dalam kurun waktu tersebut terjadi inflasi dengan kenaikan harga berkali-kali lipat bahkan jauh melebihi jumlah utang semula. Dengan demikian, jika pada tahun 2020, Debitur mengembalikan uang dengan jumlah yang sama, maka Kreditur akan mengalami kerugian yang sangat besar mengingat daya beli uang telah berubah jauh dari sebelumnya. Oleh karena itu, tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Kreditur dalam kasus ini adalah memperhitungkan jumlah ganti rugi pelunasan utang dengan nilai emas pada waktu pelunasan (Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 74 K/SIP/1969 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 208/K/SIP/1971). |