Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi kreditur jaminan fidusia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 (PMK 18/19) dikarenakan Pada tanggal 6 Januari 2020, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan No. 18/PUU-XVII/2019. Putusan tersebut merubah Pasal 15 ayat (2) dan (3) yaitu frasa “Kekuatan eksekutorial”, frasa “sama dengan Putusan pengadilan” harus dimaknai frasa Jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji atau wanprestasi dan jika debitur keberatan menyerahkan objek jaminan secara sukarela maka mekanisme dan prosedur eksekusi dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. dan frasa “cidera janji” harus dimaknai “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh Kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara Kreditur dengan Debitor” Dari perubahan frasa tersebut terdapat pengurangan hak bagi kreditur dalam mengeksekusi jaminan fidusia menurut Undang-undang Jaminan Fidusia lebih sederhana, murah dan efektif dibandingkan PMK 18/19 yang jika debitur tidak mau menyerahkan Objek jaminan secara sukarela dan cidera janji tidak disepakati bersama maka dalam eksekusi objek jaminan harus berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap di mana hal tersebut harus melalui proses yang lama. Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan adalah kreditur tidak kehilangan sepenuhnya kekuatan eksekutorialnya jika memenuhi PMK 18/19 yang pada faktanya hal tersebut tidak gampang dikarenakan jarang ada debitur yang mau menyerahkan objek jaminan secara sukarela. Pasal 1238 KUHPerdata kreditur dapat menentukan bahwa debitur telah melakukan cidera janji. Apabila debitur mempunyai itukad buruk yang dapat merugikan kreditur, debitur dapat dikenai sanksi pidana. |