Lansia etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa besar seperti pada 1965 dan 1998. Etnis Tionghoa yang mengalami diskriminasi, menjadi korban kerusuhan dan penjarahan, mendapatkan banyak pengalaman mengenai upaya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. Meski begitu, upaya pemerintah Indonesia dalam melindungi rakyatnya semakin nyata pada saat ini. Dengan adanya perubahan dalam kebijakan, trust etnis Tionghoa terhadap pemrintah menarik untuk diteliti. Penelitian ini ingin melihat bagaimana trust lansia Tionghoa totok yang mengalami peristiwa tahun 1965 dan 1998 terhadap upaya perlindungan pemerintah Indonesia. Trust adalah keadaan psikologis yang terdiri dari willingness untuk menerima kerentanan yaitu situasi yang tidak pasti atau berisiko berdasarkan harapan positif bahwa orang lain memiliki niatan, kemampuan, dan integritas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara kepada empat orang narasumber. Narasumber merupakan lansia beretnis Tionghoa yang berusia 60 sampai 80 tahun. Keempat narasumber merupakan lansia yang lahir dan tinggal Indonesia sehingga mengalami kejadian 1965 dan 1998 secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia Tionghoa memiliki trust terhadap pemerintah Indonesia dalam mengupayakan perlindungan terhadap rakyatnya. Trust dilihat dari tiga aspek yaitu ability, benevolence, dan integrity. Pemerintah dinilai mampu melindungi warganya khususnya semanjak lima tahun terakhir. Meskipun ada oknum-oknum yang mengutamakan kepentingan pribadi, niatan pemerintah untuk melindungi sudah jauh lebih dirasakan. Walaupun tidak sempurna, namun partisipan menilai keterbukaan pemerintah pada saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. |