Pada tahun 1996 lembaga hak jaminan atas tanah berlaku efektif menjadi hak tanggungan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996. Hak-hak dan fasilitas kreditur pemegang hak tanggungan adalah sama seperti pada hipotik dan credietverband, antara lain hak untuk didahulukan pemenuhan piutangnya (kedudukan preferensi), hak tanggungan selalu mengikuti bendanya di tangan siapa benda tersebut berada, dan lain-lain. Di dalam hak tanggungan juga terdapat asas yang mengun¬tungkan kreditur, yakni mudah dan pasti eksekusinya. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur dapat mengeksekusi obyek hak tanggungan secara paksa atas bantuan pengadilan. Di samping itu kreditur pertama pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual lelang obyek hak tanggungan tanpa meminta fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri. Namun dalam pelaksanaannya, eksekusi tanpa menggunakan fiat eksekusi Ketua Pengadilan Negeri masih memiliki banyak masalah terutama mengenai itikad baik debitur dalam eksekusi hak tanggungan. Maka penulis ingin menganalisis dengan merumuskan dua permasalahan yaitu: Bagaimana pelaksanaan asas itikad baik dalam eksekusi hak tanggungan (Putusan MA Nomor 1598 K/Pdt/2014), dan bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak yang dirugikan dalam eksekusi hak tanggungan (Putusan MA Nomor 1598 K/Pdt/2014). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menelusuri fakta-fakta dalam Putusan MA Nomor 1598 K/Pdt/2014, ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, serta peratruran-peraturan lain yang menunjang ketentuan dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pihak yang tidak melaksanakan itikad baik adalah debitur, sedangkan kreditur merupakan pihak yang telah melaksanakan itikad baik dalam perjanjian yang telah mereka buat. Pihak debitur telah melakukan upaya hukum untuk melindungi haknya, namun kreditur belum dapat terpenuhi perlindungan hukumnya karena adanya perlawanan dari debitur. |