“Laki-laki lebih rasional daripada perempuan”
“Orang Padang itu pelit”
“Orang Cina tidak bisa dipercaya”
“Gay adalah pendosa”
“Orang miskin memang pemalas”
Ungkapan-ungkapan di atas merupakan beberapa contoh stereotip dalam masyarakat. Stereotip selalu berisikan gambaran tentang suatu kelompok beserta anggotanya. Keberadaan stereotip bersifat konsensual dan seringkali digunakan seseorang dalam membuat penilaian terhadap kelompok tersebut (Fiske, 1998; Hamilton dan Sherman, 1994; dalam Hamilton (ed.), 2005).
Pada tingkat tertentu, stereotip tentang sebuah kelompok dapat berubah menjadi stigma. Stereotip dan stigma merupakan dua gejala yang berbeda tetapi saling terkait. Stigma merupakan devaluasi terhadap kemanusiaan. Keberadaan stigma merupakan sebuah problem pada tingkat personal, interpersonal, maupun sistemik.
Penulis akan mencoba membahas lebih jauh mengenai keterkaitan antara kedua konsep tersebut dengan tesis utama: stigma sebagai stereotip negatif yang berfungsi ideologis.
Tulisan ini akan terbagi ke dalam beberapa pokok bahasan. Bagian pertama akan membahas tentang pengertian umum stigma dan proses pembentukannya beserta kerangka konseptual untuk mempelajari stigma. Bagian kedua membahas pengertian stereotip dan proses aktivasi stereotip (dari sisi pengamat) beserta dampak stereotip (dari sisi target). Bagian ketiga akan membahas fungsi justifikasi pada stereotip dan diakhiri dengan menjelaskan hubungan antara stigma dan stereotip secara konseptual. |