Kasus korupsi masih menjadi permasalahan bagi negeri ini, karena masih banyak pelaku kejahatan yang telah terbukti bersalah tetapi hasil dari kejahatan tersebut yang dialihkan ke luar negeri belum kembali ke Indonesia sepenuhnya. Seperti Kasus Century yang terpidananya mengalihkan hasil korupsinya ke Hong Kong. Atas dasar itu penulis ingin membahas Pelaksanaan Perampasan Aset Hasil Kejahatan Kasus Century dengan menggunakan metode yuridis empiris disertai dengan wawancara ahli. Perampasan Aset hasil kejahatan Kasus Century yang dilakukan oleh terpidana Rafat Ali Rizvi dan Hesyam Al Warraq yang menempatkan aset hasil kejahatan dari korupsi Bank Century di Hong Kong Pemerintah Indonesia melakukan kerjasama dengan pemerintah Hong Kong dalam kasus tersebut, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST Pemerintah Indonesia lewat upaya Bantuan Hukum Timbal Balik Pidana (Mutual Legal Assistance) kepada Hong Kong untuk perampasan aset tersebut. Pemerintah Indonesia menggunakan perampasan aset melalui jalur pidana untuk mengembalikan aset milik negara tersebut. Pemilihan jalur pidana dikarenakan Pemerintah Indonesia harus memberikan putusan hukum bahwa kedua orang tersebut terbukti bersalah, setelah itu barulah Pemerintah Hong Kong akan memberikan bantuan mulai dari penyitaan, perampasan, hingga pengembalian aset hasil kejahatan Bank Century tersebut. Hingga saat ini setelah dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Hong Kong (Hong Kong High Court) baru setengah dari aset tersebut yang berhasil dirampas berkisar 4.076.121 USD setara dengan 48 Miliar. Bukan hanya itu aset tersebut berhasil dirampas tetapi belum diberikan kepada Indonesia (masih berada di Hong Kong) karena terdapat perlawanan dari pihak terpidana untuk menunda proses perampasan aset sejak tahun 2015 dengan mengajukan banding di Pengadilan Banding Hong Kong (Hong Kong Court of Appeal). Proses sidang banding ini pun juga tertunda karena terpidana terus melakukan berbagai upaya hukum dan perlawanan hukum di berbagai forum internasional yaitu di ICSID (International Center for Settlement of Investment Dispute) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). |