Perlindungan hukum terhadap Whistleblower sangatlah penting terlebih terdapat LPSK sebagai lembaga yang menaungi dan melindungi saksi dan korban. Whistleblower merupakan pelapor dan juga sebagai pengungkap fakta atas kasus tertentu (di Indonesia banyak terdapat pada kasus korupsi). Karena kedudukan Whistleblower yang sangat penting untuk mengungkap suatu kasus dan fakta-fakta yang belum diketahui dalam kasus tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pelapor (Whistleblower) oleh LPSK? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan LPSK dalam melindungi saksi dan korban terhadap Whistlewlower dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pihak LPSK dalam melindungi saksi dan korban terhadap Whistleblower. Metode penelitiannya ialah dengan pendekatan yuridis normatif melalui wawancara dengan Sandra Anggita HUMAS LPSK. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa sangat sedikit yang mengajukan sebagai Whistleblower kepada LPSK. Menurut LPSK banyak masyarakat yang tidak tahu akan keberadaan Whistleblower. LPSK juga tidak dapat memberikan data Whistleblower yang dilindungi karena keharusan untuk merahasiakan data tersebut. Berdasarkan wawancara LPSK telah melaksanakan perlindungan terhadap Whistleblower berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban jo. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK memiliki kewajiban memberikan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan datang, sedang atau telah diberikan oleh Whistleblower, merahasiakan identitasnya, memberikan pendampingan, dan juga memberikan perlidungan fisik seperti, Pengawalan langsung dan Rumah Aman. Upaya yang dilakukan oleh pihak LPSK dalam melindungi Whistleblower adalah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait perlindungan yang diberikan, memonitoring perkembangan kasus yang sedang dihadapinya, memperhatikan keadaan dan kondisi fisik dan psikis dari terlindung, dan melakukan pendampingan atas terlindung pada setiap tingkatan proses peradilan pidana tanpa masuk kedalam substansi perkara. |