Pada tahun 2012 terdapat wacana terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa. Namun kejanggalan dalam rencana reklamasi di Teluk Benoa memunculkan pertentangan dari banyak pihak, yang kemudian membuat sebuah aliansi bernama ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa). ForBALI memiliki beberapa alasan menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, mulai dari isu keadilan hingga isu lingkunganyang dirangkum ke dalam 13 alasan penolakan reklamasi Teluk Benoa. 9 dari 13 alasan tersebut memiliki kaitan dengan sikap prolingkungan. Herberlein (2012) mengatakan bahwa sikap pro-lingkungan merupakan sebuah teori sikap yang memiliki kaitan dengan belief. Stern & Dietz (1994) mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap lingkungannya dapat dipengaruhi oleh nilai. Dalam penelitian ini konsep nilai dibuat lebih spesifik dengan menyasar pada nilai tri hita karana. Nilai tri hita karana merupakan konsep keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia dengan sesama manusia (pawongan), dan manusia dengan alam (palemahan). Nilai tersebut diukur menggunakan Kuesioner Nilai Tri Hita Karana. Sikap prolingkungan dalam penelitian ini diukur melalui Kuesioner New Ecological Paradigm. Penelitian kuantitatif ini dilakukan kepada 121 responden dengan rentang usia 18-40 tahun yang berdomisili di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Metode sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Analisis data yang digunakan adalah uji simple linear regression. Berdasarkan perhitungan menggunakan regresi hasil penelitian ini adalah nilai tri hita karana memprediksi sikap pro-lingkungan aktivis ForBALI secara signifikan, F (1,119) = 97,736, p < 0,05. Prediksi nilai tri hita karana (M=146.9, SD=18.07) terhadap sikap pro-lingkungan (M=69, SD=6.45) pada aktivis ForBALI adalah 45,1%. Selain itu berdasarkan uji Mann-Whitney pada sikap pro-lingkungan ditemukan juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sikap pro-lingkungan aktivis ForBALI laki-laki dan perempuan. |