Latar Belakang: Riskesdas Sumatera Barat menyebutkan bahwa prevalensi anak usia 5-12 tahun di Sumatera Barat dengan kategori pendek dan sangat pendek mencapai 37,1%. Selain itu, dari 41.390.043 anak usia sekolah di Indonesia, prevalensi kecacingan mencapai 31,8%. Besarnya angka kecacingan dapat meningkatkan risiko kurangnya gizi anak. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik, dengan jenis penelitian cross-sectional. Responden diambil dari SD Santa Maria, SD Negeri 09, SD Negeri 13, TK Harapan, TK Simatoro, TK Pemulihan, TK Maranatha, TK Teratai, dan TK Margareta di Kepulauan Mentawai dengan cara simple random sampling. Responden diukur berat badan dan tinggi badannya untuk dinilai status gizi sesuai standar antropometri WHO dan dilakukan pemeriksaan tinja metode Kato Katz untuk menilai status kecacingannya. Hasil: Sebanyak 117 responden turut berpatisipasi dalam penelitian ini, sebanyak 65 responden termasuk ke dalam kelompok usia = 6 tahun dan 52 responden termasuk ke dalam kelompok usia > 6 tahun. Analisis bivariat hubungan antara status infeksi STHs dan status gizi menunjukkan hasil tidak bermakna (p = 1,000). Kesimpulan: Status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor lain selain infeksi STHs, seperti asupan makanan dan penyakit penyerta lain. Berkaitan dengan hal tersebut, masih ada anak-anak di Kepulauan Mentawai yang memiliki status gizi kurus dan sangat kurus tetapi dengan persentase kecil. |