Perceraian menjadi salah satu isu yang berkembang di keluarga sehingga anak akan kehilangan salah satu sosok orang tua mereka padahal orang tua memiliki perannya masing-masing dalam perkembangan anak. Salah satu dampak perceraian adalah adalah kondisi ketidakhadiran ayah atau father absence pada anak. Pada hasil penelitian sebelumnya ditemukan bahwa ketidakhadiran ayah lebih berdampak pada pria dibandingkan wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketidakhadiran ayah memberikan dampak terhadap peran gender yang ditampilkan oleh anak laki-lakinya. Hal ini disebabkan karena ketidakhadiran ayah menyebabkan pria kehilangan figur yang dapat dijadikan role model bagi mereka, sehingga mereka kehilangan figur identifikasi untuk mempelajari perannya sebagai seorang pria. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini tertarik untuk melihat bagaimana gambaran peran gender yang dimiliki oleh pria dewasa awal yang mengalami father absence. Pada penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara sebagai metode pengumpulan data. Penelitian dilakukan kepada empat orang partisipan pria yang berada pada rentang usia 18-25 tahun yang mengalami father absence pada usia di bawah 12 tahun. Data hasil wawancara kemudian dianalisis agar didapatkan gambaran yang komprehensif mengenai pandangan pria dewasa awal yang mengalami father absence terkait peran gender mereka sebagai seorang pria, peran gender yang ditampilkan pria yang mengalami father absence, dan agen sosialisasi yang terlibat dalam pembentukan peran gender pria dewasa awal yang mengalami father absence. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pria dewasa awal memahami peran gender mereka tetapi mereka memiliki keraguan untuk menampilkan peran gendernya dalam kehidupan sehari-hari. Pria dewasa awal yang mengalami father absence memandang peran mereka sebagai pria adalah menjadi pemimpin, memiliki sikap tanggung jawab, menjadi pencari nafkah bagi keluarga, dan bersikap tegas. peran gender yang ditampilkan oleh pria yang mengalami father absence adalah menjadi pria yang mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan orang lain, berperan sebagai pelindung, menjadi pria yang mandiri, tertutup akan perasaan atau permasalahan yang dimiliki, dan bekerja keras untuk mencapai tujuan atau kesuksesan. Agen sosialisasi gender yang terlibat adalah ibu, figur laki-laki selain ayah (kakek, kakak laki-laki, dan ayah tiri), teman sebaya, dan media massa. |