Hukuman berat atau ringan bagi koruptor selalu menjadi salah satu pembahasan menarik dalam gerakan pemberantasan korupsi. Dalam perdebatannya, masyarakat memiliki kecenderungan untuk mempermasalahkan penjatuhan hukuman yang dianggap terlalu ringan. Apalagi jika mereka menemukan perbedaan hukuman yang cukup signifikan (disparitas), terhadap perkara korupsi yang sama dan layak untuk diperbandingkan. Dalam praktiknya, disparitas putusan pemidanaan dirasa tidak memiliki rasa keadilan sehingga kepercayaan masyarakat semakin menurun terhadap peradilan, dimana peradilan tidak lagi dianggap sebagai rumah keadilan bagi mereka yang berkesimpulan bahwa terjadi kegagalan dalam system peradilan pidana. Hal ini akan sangat mengganggu Sistem Peradilan Pidana dan mengundang perhatian lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam penyelenggaraan hokum pidana untuk pemecahannya. Dalam penulisan hokum ini, Penulis menggunakan metode tinjauan kepustakaan yaitu dengan cara membaca dan menganalisa baik melalui buku, artikel, peraturan perundang-undangan, maupun media masa. Contoh kasus yang Penulis angkat dalam penulisan hukum ini adalah kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, dimana pidana penjara yang dijatuhkan terhadap sekurangnya 29 Anggota DPR-RI yang terlibat bervariasi, padahal peran yang dilakukan relative sama, yaitu menerima uang untuk memilih Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia. |