Dikarenakan penggunaan internet telah mendunia, maka internet juga menjadi salah satu kebutuhan penting masyarakat global. Kemudahan dan kecepatan yang dibawa oleh internet juga membawa titik lemah terhadap perkembangannya, terbukti dengan adanya serangan-serangan yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi rahasia yang telah kita berikan kedalam internet. Tidak hanya tindakan kejahatan melalui dunia maya (cybercrime) dapat dilakukan di dunia mayatara (cyberspace), namun cyberterrorism juga telah menjadi sebuah bentuk spionase baru. Serangan cyberterrorism dinilai lebih berbahaya dibandingkan dengan serangan terorisme fisik, dikarenakan serangan terorisme melalui dunia maya bersifat anonim, cepat dan mudah. Dari serangan yang hanya sekejap, seorang teroris dapat membobol sistem keamanan negara dan memperoleh data-data rahasia, berikut juga melumpuhkan alat-alat kelengkapan negara yang penting. Korban bukanlah target utama dari serangan cyberterrorism, dan semakin sebuah negara bergantung kepada komunikasi elektronik dan informasi yang harus didapatkan melalui jaringan (network), membuat negara tersebut semakin rentan terhadap serangan cyberterrorism. Indonesia memiliki tiga undang-undang, yaitu Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Infomasi, Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang meskipun telah membantu memperluas pembuktian dan pemeriksaan dalam aktivitas elektronik, namun ketiga undang-undang tersebut belum dapat mendefinisikan dan mengatur cyberterrorism dengan jelas sehingga berpengaruh juga kepada efektivitas penanganannya. Sementara itu, Budapest Convention on Cybercrime 2001 merupakan perjanjian internasional yang dipelopori oleh Council Of Europe dan terbuka untuk diikuti oleh negara-negara anggota Uni Eropa ataupun tidak. Dan di negara lain, hukum nasional mengenai cyberterrorism yang telah diberlakukan dibeberapa negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Kanada dan Australia sudah cukup sistematis dan lengkap, berikut pula dengan dengan dibentuknya badan khusus yang bertugas sebagai penindak, pengawas dan penanggung jawab dalam rangka efektivitas penegakkan cyberlaw. Demikian pula munculnya permasalahan mengenai penting atau tidaknya pembuatan peraturan di cyberspace, merupakan salah satu penyebab mengapa belum ada perjanjian internasional yang dapat diberlakukan secara universal dan mencakup pengaturan cybercrime dan cyberterrorism dalam segala aspek. |