Perkawinan dapat dilaksanakan apabila sudah memenuhi syarat-syarat yang sudah diatur di dalam Undang-undang. Syarat- syarat tersebut adalah dilakukan sesuai Agama dan kepercayaan, memenuhi batas umur minimum, dan adanya persetujuan dari kedua calon yang akan melangsungkan perkawinan. Penulis membahas jika syarat batas umur minimum yang tidak terpenuhi, maka orang tua dari calon mempelai perlu mengajukan permohonan dispensasi ke pengadilan. Agar perkawinannya bisa dilaksanakan meskipun umur nya belum mencapai umur minimum yang diatur. Namun penulis menemukan dua penetapan yang menyatakan permohonan dispensasi tidak dapat diterima. Pertama pada Penetapan No. 112/Pdt.P/2012/PA.TBK dispensasi yang diajukan dinyatakan tidak dapat diterima, hal ini dikarenakan pemohon bukan orang tua dari pihak yang akan dimohonkan dispensasi, sehingga ia dinyatakan tidak berwenang untuk mengajukan permohonan dispensasi. Penulis setuju dengan penetapan yang diberikan oleh hakim, karena menurut peraturan yang ada pemohon tidak berwenang untuk berlaku sebagai pihak yang mengajukan permohonan. Ia bukan orang tua kandung dari pihak yang akan dimohonkan dispensasi. Kemudian di dalam Penetapan No.0003/PDT.P/2014/PA.PTS dispensasi yang diajukan pun dinyatakan tidak dapat diterima karena saat pemohon mengajukan permohonan dispensasi untuk anaknya, perkawinan telah dilangsungkan dan terdapat cacat administrasi. Penulis setuju dengan penetapan yang diberikan hakim karena memang telah terjadi cacat administrasi yang dapat menyebabkan perkawinan tersebut rentan untuk dibatalkan. Berdasarkan kedua penetapan tersebut maka penulis menyusun skripsi ini dengan metode penelitian yuridis normatif. |