Saat ini, banyak umat melihat peran wali baptis hanya ritual semata, hanya pada saat upacara pembaptisan saja. Akibatnya, setelah dibaptis, banyak umat yang tidak mendapatkan pendampingan dan bimbingan dari wali baptisnya. Sebagai umat Katolik yang baru, mereka bingung dan mengalami kendala dalam praktek hidup beriman. Mereka merasa seperti seorang anak yang kehilangan orangtua yang seharusnya dapat membimbing dan menghantar mereka mengikuti cara hidup agama Katolik dan menghantar mereka sampai pada kedewasaan iman, masuk ke dalam pengalaman akan Kristus yang menyelamatkan. Untuk memahami dan mencoba mencari jalan keluar dari fenomena ini, diadakan sebuah penelitian lapangan tentang peran wali baptis. Penelitian lapangan ini dilaksanakan di Paroki Santo Nikodemus, Ciputat. Dalam penelitian ini, perhatian dipusatkan pada alasan dasar bersedia menjadi wali baptis, pemahaman tentang peran dan tanggung jawab sebagai wali baptis, pengalaman dan kendala yang dialami oleh wali baptis, serta kebutuhan wali baptis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data yang dibutuhkan diperoleh melalui diskusi kelompok terarah bersama kelompok umat wali baptis dan kelompok umat baptisan dewasa serta melalui pengamatan langsung di Paroki Santo Nikodemus, Ciputat. Dari penelitian lapangan ini, didapati fakta yang menunjukkan bahwa persoalan ini terjadi karena wali baptis tidak memiliki pemahaman dan kesadaran yang cukup akan peran dan tanggung jawabnya, baik sebelum maupun sesudah pembaptisan. Wali baptis juga tidak memiliki spiritualitas yang kokoh sebagai dasar pijakan dan penyemangat dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Untuk menjawab persoalan tersebut, wali baptis perlu mendapatkan pembekalan sebelum dan sesudah upacara pembaptisan. Bentuk pembekalan itu dapat diberikan dalam bentuk katekese. Dalam skripsi ini, penulis mencoba menawarkan sebuah program katekese yang dapat diberikan kepada wali baptis sebelum dan sesudah upacara pembaptisan. Melalui program katekese ini, diharapkan wali baptis dapat memiliki pemahaman, kesadaran dan semangat untuk menjadi pendamping dan sekaligus pelindung dan penjaga cahaya iman umat yang tangguh, terutama ketika dihadapkan pada situasi dan kondisi kehidupan sosial Kota Jakarta yang individulistis dan hedonis ini. |