Perekonomian Indonesia dikenal sebagai tipe perekonomian yang berbasis pada kekayaan sumber daya alam [natural resources based economy). Dalam survei indeks daya saing global yang dikeluarkan oleh Forum Ekonomi Dunia (World Economic forum/WEF), belum lama perekonomian Indonesia meninggalkan tipe perekonomian yang didorong oleh sumber daya {resource-driven economy) dan mulai masuk ke fase efisiensi {efficiency-driven economy). Menurut WEF, negara maju salah satunya ditandai dengan tipe perekonomian yang lebih didorong oleh inovasi (innovation-driven economy). Sebagai negara berpenghasilan menengah, perekonomian Indonesia masih dalam masa transisi dari negara berbasis kekayaan alam menuju fase yang lebih sophisticated. Menyadari fakta bahwa realitas ekonomi kita masih begitu tergantung pada keakayaan sumber daya alam, menjadi penting untuk melihat lebih jauh, bagaimana sebenarnya kita mengelola kekayaan sumber daya alam kita dalam sistem perekonomian. Untuk itu, penelitian ini mengarahkan perhatian pada dua sektor utama, yaitu sektor perkebunan sawit dan pertambangan batubara. Kontribusi dua sektor tersebut, terutama dalam hal ekspor tak diragukan lagi. Sebagian besar komoditas ekspor Indonesia didorong oleh dua sektor tersebut, yaitu sektor sawit dan batubara. Di sisi lain, perkembangan sektor sawit dan batubara cenderung menjadi eksesif, sehingga sulit dikendalikan. Dan karena itu, ada banyak efek negatif yang timbul dari perkembangan dua sektor tersebut, mulai dari dampak kerusakan hutan, penggusuran masyarakat lokal, sehingga perilaku korupsi dalam hal perijinan dan pendanaannya. Jika dilihat dari daftar kekayaan orang terkaya di Indonesia, terlihat sebagian besar dari mereka memiliki portofolio kekayaan di sektor sawit dan batubara. Dengan kata lain, sektor sawit dan batubara bukan saja memberikan kontribusi secara makro, tetapi juga mikro. Artinya, peranannya dalam mendorong penciptaan kekayaan (wealth) pada level perusahaan menjadi penting.Dari sisi pendanaan, dua sektor ini masih banyak menggantungkan pada perbankan. Hal tersebut konsisten dengan kondisi makro dan industri, di mana dominasi perbankan dalam sektor keuangan di Indonesia masing begitu tinggi. Sebagian besar pendanaan dalam perekonomian kita masih menggantungkan dirt pada sektor perbankan. Tak kecuali sektor swait dan batubara, juga sangat tergantung pada pendanaan bank. Dari sisi perbankan sendiri, kriteria utama pemberian kredit masih mendasarkan din pada prospek industri. Perbankan memiliki metodologi untuk mendeteksi perkembangan sektoral, berdasarkan pada prospek industrinya. Jika pihak bank merasa prospek suatu industri masih tinggi, diukur dari profitabilitas, return on investment (ROI), sementara tingkat pengembalian pinjamannya masih bagus, maka bank akan menempatkan sektor tersebut sebagai target sektor industri yang akan diberikan kredit. Selain dari perbankan, sektor sawit dan batubara juga memperoleh pendanaan dari pasar modal. Pasar modal kita termasuk yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh sektor komoditas. Artinya, naik turunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) sangat dipengaruhi oleh harga komoditas dan kinerja dari perusahaan (emiten) di sektor perkebunan dan pertambangan. Emiten di dua sektor tersebut menjadi penggerak bursa. |