Penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu masalah yang serius dan perlu perhatian khusus dari pemerintah Indonesia karena tingkat penyalah gunaan narkotika terus mengalami peningkatan. Dahulu Indonesia dijadikan tempat singgah sementara (transit), namun sekarang Indonesia sudah meningkat menjadi daerah pemasaran, bahkan menjadi Negara produsen narkotika illegal. Upaya menekan tingkat penyalah gunaan narkotika terus diupayakan oleh Indonesia dan salah satunya adalah dengan meratifikasi United Nation Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 Tentang Pengesahan United Nation Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah tentang alasan dasar Indonesia meratifikasi konvensi tersebut, dan apakah konvensi tersebut telah diimplementasi dalam Undang-Undang Narkotika seluruhnya? Dengan metode deskriptif analitik yang bersifat yuridis normatif peneliti menemukan bahwa Indonesia melakukan ratifikasi karena terdorong oleh maraknya penyalah gunaan narkotika di dunia termasuk Indonesia yang semakin meresahkan. Karena sejalan dengan cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pancasila dan UUD RI 1945, dan maksud meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam isu narkotika, maka Indonesia merasa perlu meratifikasi konvensi tersebut. Selain itu, peneliti menemukan bahwa konvensi tersebut termuat dengan cukup baik, namun dalam beberapa hal terutama tentang kejahatan dan sanksi Undang-Undang Narkotika belum sepenuhnya menerapkan maksud dari konvensi. Salah satunya adalah tidak adanya pembedaan kejahatan yang sengaja dilakukan dengan niat peredaran, dan kejahatan yang sengaja dilakukan dengan niat pemakaian pribadi. Sebagai bentuk penyem purnaan maka pemerintah perlu mereview kembali aturan yang ada agar maksud dari ratifikasi konvensi tercapai melalui Undang-Undang Narkotika. |