Penyelenggaraan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dilakukan oleh perusahaa minyak dan gas bumi (migas) sebagai kontraktor Pertamina, dilaksanakan dengan dasar Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana. Kontrak Kerja Sama ini dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract – PSC). Bentuk kontrak kerja sama sebelum Kontrak Bagi Hasil adalah Kontrak Karya (Contract Of Work – COW). Dalam bentuk PSC perusahaan menyediakan modal dan menanggung semua risiko dalam penyelenggaraan kegiatan, sedangkan pengelolaan manajemen kegiatan dilakukan oleh Badan Pelaksana. Perpindahan Perjanjian Kerja Sama yang di berbentuk COW ke PSC mengakibatkan perubahan status kepemilikan asset. Adapun asset dalam KKS merupakan Capital Asset yaitu dibagi nenjadi Harta Benda Modal Bergerak/Movable Asset dan Harta Benda Modal Tetap/Fixed Asset). Pada waktu pengalihan dari COW ke PSC, semua asset yang sudah dibeli Pertamina demikian juga yang telah dibeli oleh Kontraktor menjadi milik negara dan masuk dalam List Asset Inventory di “Harmoni 3”. Kemudian terjadilah pemindahan saham melalui “Sales Purchase Agreement” (SPA) kepada Investor baru. Dalam spa ini tidak dicantumkan secara jelas asset-asset mana saja yang ikut terjual melalui SPA, atau asset-asset yang terdaftar di “Harmoni 3”. Dengan Undang-Undang No. 22/2001, status Pertamina berubah, seluruh asset beralih ke BPMIGAS atau yang disebut sekarang SKK Migas yang adalah Bentuk Badan Hukum Milik Negara yang “non-profit oriented organization”. Karena terdapat dua perjanjian yang berlaku yaitu PSC dan SPA dan dengan adanya Undang-Undang No. 22/2001, maka timbul pengertian dan persepsi yang berlainan mengenai kepemilikan asset tersebut. Sengketa kepemilikan asset antara SKK Migas dengan kontraktor dapat diselesaikan melalui Alternative Penyelesaian Sengketa (APS), dan salah satu penyelesaian tersebut melalui badan Arbitrase yang keputusannya “final”. Untuk mengantisipasi kesimpangsiuran dalam hal kepemilikan asset ini, sebaiknya Pemerintah dalam hal ini SKK Migas mengatur secara lebih teliti dan sistematis mengenai asset ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan kepemilikan asset tersebut, walaupun berpindah Investor. |