Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat dalam diri setiap manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defenders) adalah sebuah istilah untuk menjabarkan orang-orang yang, secara individu ataupun kelompok bertindak untuk mempromosikan dan melindungi HAM. Berbagai hambatan, ancaman dan kekerasan dialami saat mereka melakukan aktifitasnya. Hingga lahirnya “Deklarasi Pembela HAM” pada Tahun 1998, yang memberikan kepastian perlindungan bagi mereka. Namun hamper setiap kasus selalu berakhir pada praktek impunitas. Seperti kasus Munir yang dibunuh dengan keji dan kasus lainnya yang menimpa para Pembela HAM (HRD). Lalu bagaimana tanggung jawab pemerintah Indonesia terhadap korban dan pembela HAM dalam kasus pelanggaran HAM? Berbagai macam UU di Indonesia seperti UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta Peraturan Perundang-undangan dan instrumen hokum formal lain sudah sepatutnya dimaksimalkan untuk menjamin keadilan, perlindungan dan pemulihan bagi pembela HAM dalam upaya perlindungan dan pemajuan HAM itu sendiri, bersamaan semakin luasnya cakupan HAM serta semakin bervariasinya bentuk-bentuk pelanggaran HAM di Indonesia. Sebab Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menjamin tersedianya penyelesain hukum dan mekanisme penyelesaian lainnya bagi korban/pembela HAM yang hak asasinya dilanggar, juga sebagai pemegang kewajiban pemenuhan HAM, pemerintah memiliki tiga bentuk tugas yaitu harus menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil) hak asasi manusia. Pemerintah wajib konsisten dengan kewajiban yang dimuat dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 dan wajib mengimplementasikannya. |