Permasalahan mengenai body image atau persepsi seseorang mengenai penampilan fisiknya sudah terbentuk sejak lama, terutama pada kaum perempuan. Permasalahan ini muncul ketika seseorang merasa penampilan fisiknya belum mencapai bentuk yang ideal. Penampilan fisik yang ideal sangat dipengaruhi oleh peran media massa pada jamannya. Pada saat ini, kriteria tampilan fisik yang ideal bagi kaum perempuan menurut media adalah tubuh yang kurus, langsing, dan tinggi. Jika seorang perempuan merasa bahwa tubuhnya belum ideal, maka akan terbentuk body dissatisfaction, yaitu ketidakpuasan terhadap citra tubuhnya. Body dissatisfaction berhubungan langsung dengan tingkat body image satisfaction yang rendah. Tingkat body image satisfaction (diukur dengan MBSRQ) yang rendah dan dibiarkan terus-menerus tanpa memperoleh penanganan yang tepat lama-kelamaan yang akan merujuk pada gangguan makan atau eating disorders, misalnya anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu bentuk penanganan sebagai upaya pencegahan bagi para perempuan yang mengalami body dissatisfaction agar tidak sampai terjatuh ke dalam area patologis. Bentuk penanganan terhadap perempuan yang mengalami body dissatisfaction ini ditujukan untuk meningkatkan body image satisfaction yang dimiliki. Caranya adalah dengan menyasar pada persepsi keliru yang dimiliki oleh para perempuan dengan body dissatisfaction ini. Penanganan ini akan menggunakan pendekatan art therapy sebagai dasar metode terapi yang diberikan kepada lima partisipan dengan kriteria yang telah ditentukan. Tidak seperti metode terapi lainnya yang banyak menggunakan kata-kata sebagai media utama, pada art therapy, seni atau kreasi berperan sebagai media untuk menyalurkan perasaan atau pikiran dari klien. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, intervensi dengan pendekatan art therapy terbukti dapat meningkatkan body image satisfaction perempuan yang mengalami body dissatisfaction. Namun, keberhasilan dari intervensi ini bervariasi antara peserta yang satu dengan peserta lainnya. Faktor kepribadian digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan pembahasan maupun analisis mengenai perbedaan kualitas keberhasilan di antara lima peserta. |