Adanya tindak pidana aborsi pada korban perkosaan yang melanggar hukum pidana dapat dibuktikan melalui pemeriksaan terhadap wanita hamil, untuk mencari bukti : adanya perkosaan, adanya kehamilan, tidak menyebabkan gangguan psikologis, tanda – tanda aborsi, batas waktu untuk aborsi kurang dari 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, memeriksa hubungan genetik ibu – janin – ayah dengan tes DNA. KUHP melarang aborsi dalam keadaan atau alasan apa pun (pro life). Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, aborsi diperbolehkan dalam keadaan darurat upaya menyelamatkan nyawa ibu hamil dan atau janinnya (pro choice terbatas). Sedangkan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ada indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang dapat mengancam nyawa ibu dan atau janin, yang mendertita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut diluar kandungannya dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologgis bagi korban perkosaan. Membuat Peraturan Pemerintah yang secara detail mengatur tentang jenis-jenis keadaan apa saja yang membolehkan dilakukannya aborsi dengan mengikutsertakan ahli dari berbagai bidang kedokteran. Menghapuskan batas waktu untuk dapat dibolehkannya melakukan aborsi. Karena untuk mendeteksi penyakit genetik berat, cacat bawaan, cacat yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan janin untuk hidup diluar kandungan dan kehamilan akibat perkosaan dibutuhkan waktu yang lebih lama dari 6 minggu seperti yang diatur dalam pasal 76 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. |