Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan stres akulturasi, coping style, dan pemetaan kebutuhan untuk mengurangi stres akulturasi yang dialami oleh tenaga kerja profesional Indonesia di Singapura. Stres akulturasi merupakan stres yang berasal dari pertemuan antar budaya (negara) yang berbeda. Jika tidak diantisipasi atau ditangani dengan efektif, stres akulturasi dapat menimbulkan psychological distress, frustrasi, dan depresi sehingga dapat menghambat pencapaian tujuan individu/kelompok dan menghambat adaptasi psikologis maupun sosio-kultural di negara tujuan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui penyebaran kuesioner kepada 63 tenaga kerja profesional Indonesia yang pernah atau sedang bekerja di Singapura selama minimal 6 bulan. Berdasarkan analisa terhadap hasil kuesioner, peneliti mendapatkan gambaran stresor yang dialami dan menimbulkan stres pada diri responden penelitian. Stresor tersebut meliputi lima sub-dimensi stresor yaitu Occupational and Financial Mobility, Cultural Difference-Achievement, Cultural Difference-Speed, Cultural Difference-Competitiveness, dan stresor makanan. Stress coping style yang digunakan sebagian besar responden dan efektif dalam mengatasi stres akulturasi adalah active problem coping. Persiapan sebelum keberangkatan, khususnya pengetahuan mengenai nilai budaya Singapura dibutuhkan untuk mendukung adaptasi. Peneliti mengaplikasikan hasil penelitian ini dengan menyusun modul program orientasi budaya Indonesia-Singapura yang ditujukan bagi orang Indonesia yang memiliki intensi untuk bekerja di Singapura. Modul program diujicobakan kepada tujuh orang tenaga kerja profesional Indonesia yang masih tinggal dan bekerja di Indonesia. Hasil evaluasi uji coba modul secara umum menunjukkan kepuasan dalam hal materi, metode belajar, dan fasilitator. Terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan sebelum dan sesudah pelatihan, sementara tidak ada perbedaan signifikan dalam hal kesadaran budaya sebelum dan sesudah pelatihan. |