Banyaknya bank/lembaga keuangan penerbit kartu kredit akan mengakibatkan timbulnya persaingan. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah mendorong perbankan nasional semakin berhati-hati untuk menyalurkan kreditnya ke sektor korporat. Adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, peningkatan kredit konsumsi dan pesatnya perkembangan pusat-pusat perdagangan di Indonesia telah memicu peningkatan kebutuhan terhadap alat pembayaran yang berbasis kartu diantaranya kartu kredit. Persaingan bisnis kartu kredit relative ketat dengan Citibank dan BCA (Bank Central Asia) sebagai pemimpin pasar. Dengan adanya hal tersebut di atas dan adanya keinginan untuk menjadi pemimpin serta menahan dominasi asing maka bank-bank lain pun bermunculan. Dimulai dari bank swasta yaitu bank Permata dan bank Mega, hingga bank pemerintah yaitu BRI dengan penawaran suku bunga yang paling rendah dan BNI. Dari hasil penelitian dengan metode analisis deskriptif menunjukan bahwa, berdasarkan peran perusahaan dalam bisnis kartu kredit maka bank bank lain yang belum menerbitkan kartu kredit adalah sebagai penantang pasar (market challenger). Sedangkan posisi pemimpin pasar (market leader) masih dipegang oleh Citibank dan BCA. Hal ini dibuktikan dengan posisi Citibank dan BCA sebagai market leader dalam bisnis kartu kredit. Jejak Citibak diikuti oleh bank pemerintah yaitu Bank BNI dan Bank Mandiri yang mulai meluncurkan promosinya dengan suku bunga yang rendah. Selain itu diikuti pula oleh HSBC, Danamon, Niaga, BII,Bank Mega, ANZ Panin Bank, Standard Chartered Bank, RBS, BRI dan Bank Permata. |