Anak, pada dasarnya dilarang untuk bekerja, namun terdapat pengecualian terhadap pekerjaan tertentu seperti pekerjaan dalam bidang kesenian, yakni salah satunya adalah artis (pemain film/sinetron), berdasarkan undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 71 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-115/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan terhadap Anak yang Bekerja untuk Mengembangkan Bakat dan Minat, dengan beberapa persyaratan antara lain adalah waktu kerja tidak melebihi dari 4 (empat) jam sehari dan perjanjian kerja tertulis yang ditandatangani oleh orangtua/wali. Melihat hal ini penulis meneliti bagaimana perlindungan hukum perjanjian kerja waktu tertentu yang ditandatangani oleh orangtua “S” dengan pihak rumah produksi dalam pembuatan sinetron, permasalahan apa yang ditimbulkan dalam perjanjian tersebut dan bagaimana peran serta masyarakat dan negara dalam penyelenggaran perlindungan bagi anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat seperti artis anak. Pada kenyataannya, seperti yang dialami oleh “S”, seorang artis yang kini berusia 12 (duabelas) tahun, proses pengambilan gambar dalam pembuatan sinetron seringkali menghabiskan waktu 6 (enam) hingga 10 (sepuluh) jam perharinya, sehingga ia kehilangan waktu untuk belajar dan beristirahat. Dalam penelitian ini, penulis mencapai kesimpulan bahwa belum terdapat perlindungan hukum yang cukup memadai terhadap perjanjian kerja yang dibuat untuk kepentingan anak sehingga menimbulkan masalah yakni pelanggaran terhadap hak anak yang bekerja sebagai artis. Selain itu permasalahan yang ditimbulkan dalam perjanjian kerja tersebut adalah salah satunya tidak mencantumkan umur anak sehingga membuat perjanjian terlihat seperti perjanjian untuk orang dewasa. Mengenai peran masyarakat dan negara, dinilai masih belum cukup mendukung perlindungan terhadap artis anak yang memiliki hak-haknya sebagai seorang anak. |