Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan perkawinan yang tidak dapat berjalan mulus seperti yang diharapkan karena diliputi oleh tindak KDRT yang kebanyakan korbannya dialami oleh kaum istri. Permasalahan yang akan diangkat adalah mengenai peranan visum et repertum dalam pembuktian adanya suatu KDRT. Pengertian KDRT menurut UU No 23 tahun 2004 yaitu “Perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikologis, penelantaran rumah tangga, ancaman, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.” Pembuktian KDRT khususnya dalam kekerasan fisik dilakukan dengan bantuan ilmu kedokteran forensik yaitu pembuatan visum et repertum dan keterangan ahli. Pembuatan visum et repertum dilakukan oleh seorang dokter atas permintaan penyidik berdasar pasal 133 ayat (1) KUHAP. Dalam hukum acara pidana, pada pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum dikategorikan sebagai alat bukti surat. Kedudukan visum et repertum dalam pemeriksaan perkara pidana di pengadilan sangatlah penting dalam membantu hakim untuk menentukan pemidanaan terhadap terdakwa apakah suatu tindak pidana tersebut benar-benar terjadi dan dapat dipertanggungjawabkan oleh si terdakwa. Tanpa adanya visum et repertum maka pembuktian akan lemah dan tidak ilmiah. Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang merupakan pengganti benda bukti. |