Indonesia merupakan eksportir ikan hias laut terbesar pertama di dunia. Namun, Indonesia belum menguasai pangsa pasar global ikan hias akibat tingginya angka kematian ikan pada tahap aklimatisasi. Teknik aklimatisasi yang digunakan saat ini masih terbatas pada teknik konvensional yang menyebabkan stres pada ikan akibat perubahan derajat keasaman (pH) secara drastis, ataupun teknik drip line yang kurang efektif jika diterapkan pada ikan yang sudah lemah atau berada di ambang kematian. Pada penelitian ini, aklimatisasi dilakukan dengan penyesuaian pH rendah, sebab pada pH rendah sebagian besar senyawa nitrogen (N) yang terbentuk adalah amonium (NH4 +), yang relatif lebih aman dari amonia (NH3) yang bersifat toksik, yang terbentuk pada nilai pH yang lebih tinggi. Teknik ini dibandingkan dengan teknik drip line dan konvensional untuk mengetahui pengaruh jenis teknik aklimatisasi terhadap ketahanan hidup ikan hias dasi biru (Neoglyphidodon melas). Ketahanan hidup ikan diukur melalui penambahan larutan insektisida yang mengandung senyawa toksik klorpirifos. Dibandingkan dengan teknik konvensional, aklimatisasi dengan pendekatan kimiawi berhasil meningkatkan ketahanan hidup ikan sebesar 40%. Walaupun tidak berbeda nyata dengan teknik drip line, aklimatisasi dengan pendekatan kimiawi berhasil meningkatkan ketahanan hidup ikan sebesar 10%. Selain itu, aklimatisasi dengan pendekatan kimiawi lebih efisien dari teknik drip line karena bersifat sederhana dan ekonomis. |