Tanah adalah kebutuhan primer manusia yang jumlahnya tidak akan bertambah lagi, maka dari itu sebuah peraturan khusus yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) mengatur tentang bagaimana jual beli tanah diadakan, yang mana ketentuan UUPA itu menganut asas hukum adat bahwa jual beli tanah harus dilakukan secara terang dan tunai. Namun pada masa sekarang ini hal itu sulit terpenuhi dikarenakan adanya halangan-halangan administratif, misalnya sertifikat masih dalam Hak Tanggungan atau belum dapat dibayarnya pajak-pajak pembeli atau penjual. Maka dari itu dibuatlah sebuah Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah (PPJB), yang mana dengan adanya PPJB pembayaran biasanya dilakukan secara menyicil. Atas dasar hal itu apakah PPJB tanah bertentangan dengan ketentuan Jual Beli tanah dalam UUPA? Kemudian akibat hukum apa yang ditimbulkan dengan diadakannya PPJB tanah? Dan perlidungan hukum apa bilamana terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak? PPJB tanah tentunya tidak bertentangan dengan UUPA, karena mengacu kepada ketentuan perjanjian pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dimana ketentuan perjanjian dalam KUHPerdata mengesampingkan ketentuan Jual Beli tanah dalam UUPA, dan dari dibuat PPJB tanah maka menimbulkan prestasi yang harus dipenuhi, dan jika terjadi wanprestasi perlindungan hukum apa yang dapat diberikan. Agar PPJB tanah tidak berujung wanprestasi atau kedudukan para pihaknya tidak berat sebelah, maka sebaiknya perlu dibuat peraturan khusus oleh pemerintah mengenai klausula-klausula yang akan dicantumkan dalam PPJB tanah tersebut. |