Pengguna transportasi udara di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan berbagai regulasi pemerintah yang mengatur berbagai sistem penerbangan kita, yang berujung pada murahnya harga tiket pesawat yang membuat calon penumpang melirik moda transportasi ini. Masalah pun kemudian timbul, ketika penumpang merasa dirugikan oleh maskapai tertentu, sedangkan maskapai berkilah melaksanakan penerbangan sesuai dengan perjanjian baku yang tertulis di dalam tiket pesawat. Klausula baku di dalam tiket pesawat berisikan pokok perjanjian yang dibuat sepihak oleh pihak maskapai, dan penumpang dianggap setuju saat pembelian tiket tersebut. Jika diteliti lebih dalam isi klausula tersebut lebih banyak mengabaikan hak – hak penumpang, padahal UU dan peraturan pelaksananya berupaya melindungi kepentingan hak – hak penumpang, dan bahkan melarang penggunaan klausula baku yang mengabaikan hak – hak penumpang. Hal ini juga berkaitan dengan kesadaran penumpang untuk menjadi penumpang yang arif dan kritis, sebab banyak sekali penumpang yang sama sekali tidak ingin tahu apa yang menjadi hak mereka, padahal hak itu merupakan hak – hak dasar penumpang, seperti hak mendapatkan informasi apabila terjadi keterlambatan. Menurut UU, tiket pesawat hanya merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan, sedangkan maskapai menganggap tiket pesawat merupakan bukti mutlak adanya perjanjian pengangkutan. Oleh karena yang menjadi pokok masalah adalah bagaimana kedudukan tiket pesawat dalam perjanjian pengangkutan, apa saja klausula yang memberatkan penumpang, serta pelaksanaannya, penelitian dilakukan dengan metodologi studi pustaka dan wawancara dengan berbagai pihak. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, operator penerbangan, dan penumpang sendiri, guna menciptakan dunia pernebangan Indonesia yang lebih baik. |