Salah satu alasan peniadaan pidana termuat dalam ketentuan Pasal 44 KUHP yang menyatakan bahwa pelaku tindak pidana yang perbuatannya tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena gangguan kejiwaan yang dideritanya tidak dapat dipidana. Seseorang dapat dikatakan mampu bertanggung jawab jika keadaan jiwanya tidak terganggu penyakit terus- menerus atau sementara, tidak cacat pertumbuhan, dan melakukan tindak pidana dalam keadaan sadar serta dilihat dari kemampuan jiwanya untuk menyadari tindakannya, dapat menentukan kehendaknya untuk melakukan perbuatan tersebut atau tidak, dan mengetahui akibat dari perbuatannya tersebut. Dengan bantuan Psikiater berupa observasi ketat, wawancara, test psikologi, dan lain- lain, Psikiater mengeluarkan surat keterangan ahli yang dinamakan Visum et Reperatum Psyciatrycum. Dengan demikian Hakim dapat menentukan putusan suatu perkara pidana yang berhubungan dengan pelaku tindak pidana yang mengalami gangguan jiwa dengan adanya surat keterangan ahli tersebut. Seperti pada kasus Ober Hilarius Manurung alias Jadiman, yang membunuh anak kandungnya dengan menggorok lehernya dengan sebilah golok, setelah diadakan pemeriksaan oleh dokter ahli jiwa, terdakwa Ober Hilarius Manurung alias Jadiman dinyatakan mengalami gangguan kejiwaan. Maka sesuai Pasal 44 ayat (2) KUHP, maka Hakim dapat memerintahkan Ober Hilarius Manurung alias Jadiman dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. Peran Psikiater sangat berguna pada kasus- kasus semacam ini, karena seorang Hakim akan sangat memerlukan bantuan pakar dalam menentukan putusan pada suatu perkara seperti ini. |