Berita mengenai masalah perselisihan kontrak pemain dan klub sepakbola seringkali memunculkan kebingungan atas pihak mana yang paling berhak untuk memberikan pengadilan. Di satu sisi, PSSI memiliki pengadilan arbitrase yang diatur dalam Statuta 2009 dimana perselisihan antara pemain dan klub tidak boleh di bawa ke Pengadilan Negeri. Di sisi lain, masalah perselisihan kontrak pemain dan klub adalah masalah perdata yang diatur oleh KUHPerdata, UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu dikaji apakah PSSI memang berhak menilai seluruh kontrak pemain di Indonesia dan apakah PSSI berwenang untuk mengatasi perselisihan yang terjadi antara pemain dan klub dalam masalah kontrak kerja ini. Secara hukum perdata, kedudukan PSSI menjadi pihak ketiga bila baik klub maupun pemain bukanlah anggota PSSI. Karenanya, dalam posisi ini PSSI tidak berhak untuk menilai seluruh kontrak pemain sebelum dapat sah. Hal ini sesuai dengan peran pihak ketiga yang diatur dalam sesuai dengan KUH Perdata pasal 1317 dan 1340. Dengan kata lain, maka PSSI tidak berwenang menilai seluruh kontrak pemain di Indonesia. Ia hanya berwenang untuk kontrak pemain dimana pemain dan/atau klub adalah anggota dari PSSI. Mengenai kewenangan mengadili, PSSI bila tidak dapat menyelesaikan masalah di tingkat nasional, diwajibkan oleh FIFA untuk membawa masalah ini ke tingkat internasional. FIFA juga melarang PSSI melimpahkan masalah tersebut ke Pengadilan Negeri. Walau demikian, berdasarkan KUHPerdata pasal 1653, 1367, pasal 5 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Altematif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan pasal 4 ayat (1) dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 ayat (1) tentang Sistem Keolahragaan Nasional, maka PSSI selaku badan hukum perhimpunan yang memiliki klub sebagai anggota dan pemain sebagai tenaga kerja, tidak berhak melimpahkan penyelesaian perselisihan ke tingkat internasional. Penyelesaian sengketa di tingkat arbitrase hanya berhenti di tingkat nasional dan selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Olahraga tidak semestinya di istimewakan dalam peraturan perundangundangan. Terlebih lagi karena hal ini adalah pengistimewaan secara sepihak oleh asosiasi olahraga sendiri. Untuk itu, sejauh masalah perjanjian kontrak pemain, maka tuntutan perdata lewat pengadilan negeri dapat dilakukan karena sah secara hukum. Walau begitu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempelajari isu keberadaan hukum olahraga yang diklaim independen terhadap hukum nasional. Isu ini sering di istilahkan sebagai Lex Sportiva. |