Pada awalnya dokter dan pasien memiliki hubungan yang tidak seimbang. Pasien dengan keawamannya terhadap kesehatan memiliki posisi yang lemah dibandingkan dokter. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan hubungan dokter dengan pasien pada saat ini merupakan suatu perjanjian perdata, yang disebut Perikatan Terapeutik. Perikatan Terapeutik ini berbeda dengan perjanjian pada umumnya, karena merupakan perjanjian yang menitik beratkan pada upaya penyembuhan yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (Inspanningsverbintenis), dan bukan perjanjian yang dititikberatkan pada hasil (Resultaatsverbintenis). Perikatan terapeutik termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata, yang menganut prinsip “ Barang siapa merugikan orang lain, maka harus memberi ganti rugi “. Berkaitan dengan prinsip tersebut, maka dokter memiliki 4 bentuk pertanggungjawaban perdata, yaitu mengganti kerugian yang terjadi akibat wanprestasi ( Pasal 1239 KUH Perdata ), perbuatan melawan hukum ( Pasal 1365 KUH Perdata ), kelalaian (Pasal 1366 KUH Perdata ), dan tanggung jawab atasan (Pasal 1367 KUH Perdata )
Dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Pradok) telah ditentukan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dokter dan pasien, serta langkah apa yang dapat ditempuh oleh pasien apabila dokter melakukan tindakan medis yang mengakibatkan kerugian terhadap pasien. Dalam pasal 66(1) UU tentang Praktek Kedokteran dinyatakan bahwa jika pasien mengeluhkan pelayanan kedokteran maka ia harus membuat keluhan tertulis ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), yang akan menyidangkan ada tidaknya pelanggaran disiplin kedokteran oleh dokter. Jika MKDKI mendapatkan adanya indikasi pelanggaran etika maka kasusnya juga akan dirujuk ke Majleis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang akan menyidangkan ada tidaknya pelanggaran etika kedokteran oleh dokter. Pengaduan pasien ke MKDKI tidak menghilangkan hak pasien untuk melakukan gugatan perdata maupun pidana ke Pengadilan Negeri (pasal 66(3) UU No. 29/2004. |