Aktiva tetap merupakan salah satu komponen penting bagi suatu entitas usaha,terutama untuk jenis usaha yang capital intensive.Aktiva tetap memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun buku,sehingga nilai perolehan aktiva tidak boleh langsung dibebankan sekaligus sebagai biaya pengurang pada perioder diperolehnya aktiva tersebut.Pembebanan aktiva tetap ini harus dilakukan melalui penyusutan atas nilai perolehannya dengan proporsi tertentu selama masa manfaat aktiva tersebut. Salah satu tujuan bagi Wajib Pajak dalam melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah agar nilai aktivanya tersebut menjadi wajar,sesuai dengan perkembangan jaman.Meski begitu,tak menutup kemungkinan untuk memanfaatkan celah yang ada di dalam aturan revaluasi tetap,sehingga bisa mendapatkan keuntungan lain berupa penghematan pajak (tax saving). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam perlakuan penyusutan aktiva tetap antara akuntansi dan ketentuan pajak.Dalam Akuntansi,penentuan metode penyusutan,perkiraan masa manfaat ekonomis dan nilai sisa ditentukan berdasarkan penilaian (judgement) dari pihak perusahaan/pembuat akuntansi. Sedangkan dalam ketentuan perpajakan,metode penyusutan dan masa manfaat ekonmois suatu aktiva tetap telah ditentukan berdasarkan Undang-undang dan Keputusan Menteri Keuangan.Dalam Perkembangannya sekarang metode penilaian aktiva tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK.03/2008. Dengan demikian,maka akan timbul perbedaan sementara (temporary different) atas perhitungan beban penyusutan dan nilai sisa buku aktiva tersebut menurut Akuntansi dan menurut pajak. Atas dasar konsep tersebut,penulis melakukan pembahasan atas proses penilaian kembali aktiva tetap yang dilakukan oleh PT Khasanah Timur Indonesia,serta melakukan analisa atas dampak perpajakan yang timbulkan dari hasil proses penilaian tersebut. Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan,PT Khasanah Timur Indonesia tidak membayar PPh atas revaluasi aktiva tetap dari kewajiban perpajakannya,dikarenakan perusahaan masih memiliki rugi fiskal yang dapat dikompensasikan dan nilainya masih lebih besar daripada kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi,dimana hal ini sesuai dengan ketentuan KMK 486/KMK.03/2002. |