Pendidikan merupakan hal yang penting untuk dapat dinikmati setiap orang. Saat ini, banyak tempat maupun sekolah yang ditawarkan bagi anak-anak untuk dapat memperoleh pendidikan. Sekolah, secara umum merupakan satu wadah pendidikan yang semua orang ketahui sebagai tempat belajar formal dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Namun, saat ini ada satu wadah pendidikan lain yaitu homeschool yang memberikan kelebihannya tersendiri. Homeschool merupakan model alternatif belajar selain di sekolah. Homeschool berbeda dengan sekolah formal yang merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Masing-masing jenjang pendidikan formal tersebut memiliki metode belajar yang dapat dikatakan lebih tertata. Homeschool sebagai pendidikan informal, memiliki metode dan kurikulum yang pada dasarnya dibuat dan dipilih sendiri oleh orangtua sesuai dengan kebutuhan anak maupun keluarga itu sendiri. Mengenai model homeschool, homeschool terdiri dari tiga model, yaitu homeschool tunggal, homeschool majemuk, dan yang terakhir adalah komunitas homeschool. Pengambilan keputusan homeschooling bukanlah sebuah hal yang mudah, karena orangtua perlu mempertimbangkan konsekuensi, cara, keputusan dari sisi anak, sosialisasi dan spirit keluarga ketika mereka akan menjalani homeschooling. Hal ini tentu membutuhkan proses hingga mencapai kepada suatu pilihan atau keputusan. Ada tujuh tahap yang akan dilalui konsumen dalam mengambil sebuah keputusan terhadap suatu produk. Adapun tahap-tahapnya yaitu: (1) Need recognition (atau problem recognition); (2) Search for Information; (3) Pre-Purchase Evaluation of Alternatives; (4) Purchase; (5) Consumption; (6) Post-Consumption Evaluation; dan (7) Divestment. Dilihat dari fenomena yang ada, orangtua selalu memiliki keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi masa depan anaknya, terutama dalam hal pendidikan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai proses yang dijalani orangtua dalam hal pengambilan keputusan yang menjalankan program homeschooling bagi anaknya melalui penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, tampak bahwa ketiga subjek mengalami setiap tahapan dari proses pengambilan keputusan tersebut. Secara khusus, subjek Y mengalami proses pada tahap kedua, search for information dengan cara yang berbeda, dalam arti informasi mengenai homeschool itu sendiri tidak diketahui subjek sejak awal sehingga disini subjek terlihat mengalami pengulangan proses di tahap kedua hingga seterusnya. Subjek M, memiliki proses awal yang bila dilihat dari tahapannya, setelah melalui tahapan pertama sampai ketiga, subjek langsung melalui tahap consumption dengan menyekolahkan anaknya di SDHT. Sedangkan subjek I, terlihat melalui proses yang berlangsung tanpa berulang, dimana subjek memang tidak memiliki pengalaman mengenai sekolah formal (anak menjalaninya). Ketiga subjek mengalami ketidakpercayaan dan kritik negatif terutama dari lingkungan keluarga terhadap keputusan yang mereka ambil. Pada dasarnya, keluarga mengganggap program homeschooling tidak bisa menjawab kebutuhan belajar anak karena tidak seperti sekolah formal yang bisa memberikan dan menyediakan kebutuhan pendidikan seperti yang dijalankan semua masyarakat pada umumnya. Hal lain yang turut dirasakan adalah adanya masa dimana keraguan untuk tetap menjalankan homeschooling. Mengenai proses pengambilan keputusan itu sendiri, pada setiap tahapan, pada dasarnya memiliki kedalamannya masing-masing. Kedalaman disini adalah bahwa setiap tahapan, untuk setiap subjek memiliki makna tersendiri dan kesulitan serta hambatannya sendiri. Di dalam proses pengambilan keputusan yang dijalankan masing-masing subjek, peneliti menemukan hal-hal lain yang turut menjadi bagian dari proses yaitu, adanya keterlibatan suami (ayah) dan keterlibatan anak dalam mengambil keputusan. Selain itu, ketiga subjek turut melibatkan pendapat anak dalam menjalankan program homeschooling dengan melakukan diskusi bersama anak (-anak) mereka. Di dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa ternyata pada tahap terakhir, yaitu divestment, bisa kembali ke tahap awal, dimana konsumen (dalam hal ini orangtua) yang memiliki perubahan keputusan akan kembali ke tahap awal, atau bahkan dapat langsung ke tahap lainnya, dalam arti tidak harus kembali ke tahap awal dan berurutan ke tahap-tahap selanjutnya. |