(E) Kejahatan mutilasi semakin marak terjadi di Indonesia. Mutilasi itu sendiri memiliki pengertian, yaitu tindakan memotong tubuh manusia menjadi beberapa bagian. Tak jarang kasus mutilasi sulit terungkap karena bagian tubuh korban yang terpotong tidak dapat ditemukan secara utuh. Pelaku biasanya berasal dari kalangan sekitar korban, misalnya keluarga maupun orang terdekat korban. Pengaturan hukum mengenai kejahatan mutilasi saat ini masih diatur dalam pasal 338 – 340 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan pemberat pasal 181 KUHP yang mengatur tentang pengrusakan jenazah. Proses pembuktian untuk kasus mutilasi dimulai dari adanya laporan masyarakat, setelah itu dilakukan penyelidikan, dilanjutkan pada penyidikan, kemudian penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan tahap terakhir dilimpahkan di pengadilan oleh Majelis Hakim. Untuk membuktikan dan mengungkap kasus mutilasi diperlukan adanya surat yang dibuat oleh doker ahli forensik atau dokter, yang dikenal sebagai visum et repertum (VeR). Definisi VeR adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat atau yang diperiksanya pada tubuh manusia, bagian tubuh manusia atau yang diduga tubuh manusia berdasarkan keilmuannya dan berdasarkan sumpah, untuk kepentingan peradilan. Peranan VeR dalam pembuktian kasus tindak pidana mutilasi ialah untuk mengetahui bagaimana cara korban dibunuh, dengan menggunakan alat apa, kapan perkiraan waktu peristiwa tersebut terjadi, penyebab kematian korban, dan siapa pelaku tindak pidana tersebut sehingga akan memberikan keyakinan pada hakim dan membuat tuntas perkara pidana tersebut. |