Dalam melakukan kewajiban perpajakannya wajib pajak harus melakukan pembukuan atau pencatatan untuk kebutuhan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja, dirancanglah suatu bentuk modernisasi atas bentuk penyampaian, pengolahan, serta penyimpanan atas semua data yang berhubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak baik pribadi maupun perorangan. Optimalisasi penggunaan teknologi informasi diterapkan dalam mengadministrasikan surat pemberitahuan mulai dari pelaporan sampai penyimpanan di kantor pusat. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung menjadi permasalahan utama dalam melaksanakan modernisasi teknologi ini. Penulis berasumsi karena hal inilah baik wajib pajak maupun para staff kantor pajak merasa skeptis atas penggunaan teknologi informasi dalam mengadministrasikan dokumen perpajakan. Sesuai dengan pencanangan reformasi perpajakan, sejak tahun 2002 pelaporan surat pemberitahuan bisa dilakukan secara manual maupun secara elektronik. Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 buku,catatan, dokumen yang mejadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama sepuluh tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi wajib pajak orang pribadi atau di tempat kedudukan bagi wajib pajak badan. Sejalan dengan kebutuhan untuk pemeriksaan, data yang telah disampaikan kemudian disimpan oleh kantor pajak untuk digunakan sebagai dasar penelitian apabila akan dilakukan pemeriksaan atas wajib pajak. Sejak tahun 1997, semua data yang telah diserahkan wajib pajak dipindai secara manual (diketik ulang) ke bentuk soft copy. Hasil pemindaian ulang kemudian dikirimkan ke kantor pusat untuk disimpan. Sejak tahun 2002, untuk meningkatkan validitas atas suatu data, dibuatlah sistem direktorat jenderal pajak, dimana akses petugas pajak untuk mengubah data perpajakan dibatasi, perubahan hanya bisa dilakukan di kantor Account Representative di kantor pusat, sehingga diharapkan para petugas di tiap-tiap kantor pelayanan pajak lebih teliti dalam melakukan pemindaian ulang. Validitas data juga ditingkatkan dengan membuat suatu sistem yang terintegrasi dengan pihak ketiga yang memungkinkan kantor pajak mengkonfirmasi kebenaran atas data yang telah disampaikan oleh wajib pajak. Hasil analisa data, menunjukkan bahwa pada tahun 2003 sampai dengan 2007 penggunaan atas penyampaian dan pengolahan data secara elektronik masih sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan wajib pajak yang menggunakan cara pelaporan secara manual. Hal ini disebabkan tidak adanya kewajiban bagi wajib pajak tertentu untuk melakukan pelaporan perpajakan secara elektronik, selain itu sistem ini mengharuskan wajib pajak untuk tetap mendatangi kantor pelayanan pajak setempat untuk mendapatkan ijin serta bukti induk atas pemenuhan suatu kewajiban perpajakan, membuat sistem ini tidak bisa mencapai tujuan direktorat jenderal pajak untuk meningkatkan kualitas pelayanan untuk membuat proses pemenuhan kewajiban perpajakan menjadi cepat dan mudah. Untuk bentuk pengolahan di kantor pajak sendiri tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang mencukupi. Sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi masih sangat kurang, terutama di daerah-daerah tertentu, selain itu kapasitas pengiriman on-line yang terlalu kecil untuk suatu instansi pemerintah membuat kinerja kantor pelayanan pajak menjadi menurun. Sistem pelaporan yang baru juga membuat ketergantungan akan kantor pusat menjadi sangat tinggi. Penilaian atas validitas suatu data masih belum maksimal. Penggunaan data dari pihak ketiga terbentur atas konflik kepentingan antar instansi itu sendiri. Dimana tiap instansi menganut asas kerahasiaan atas data-data yang mereka miliki. Untuk memperoleh data, kantor pajak harus meminta ijin terlebih dahulu kepada instansi yang terkait. Akhirnya data dari pihak ketiga hanya digunakan apabila diperlukan dalam melakukan pemeriksaan. Demikian pula atas validitas hasil pemindaian. Pengecekan hasil pemindaian hanya ditujukan atas kelengkapan data yang dipindai, tidak adanya suatu sistem yang memastikan bahwa hasil pindaian tidak mengalami kesalahan pengetikan membuat kebenaran atas hasil pindaian sangat tergantung dengan dilakukannya pemeriksaan atas wajib pajak. Sedangkan seperti kita ketahui bersama, pemeriksaan tidak dilakukan secara menyeluruh kepada semua wajib pajak. Wajib pajak dengan kriteria tertentu sajalah yang akan diperiksa oleh kantor pajak. Dapat disimpulkan, bahwa modernisasi yang dilakukan oleh direktorat teknologi dan informasi tidak berjalan dengan maksimal, karena tidak secara signifikan bisa memudahkan wajib pajak dalam melaporkan kewajibannya. Sedangkan bagi kantor pajak sendiri, modernisasi tidak bisa meningkatkan validitas atas suatu dokumen perpajakan, hal ini terlihat dari ketidakpercayaan petugas pajak atas hasil dokumen yang dipindai di kantor pajak, dengan tetap meminta dokumen perpajakan (yang telah dipindai) dari wajib pajak pada saat melakukan pemeriksaan karena adanya kekuatiran dari pegawai pemeriksaan itu sendiri, bahwa hasil pemindaian bisa jadi tidak sesuai dengan dokumen aslinya. |