Bahwa gadai saham secara private selling tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, akan tetapi KUHPerdata memberikan perlindungan terhadap debitur dalam gadai saham yaitu pada Pasal 1151KUHPerdata yang mengatur pembuktian perjanjian pokok dalam gadai, Pasal 1153 KUHPerdata yang mengatur cara ekseskusi gadai saham yang harus meminta izin tertulis terlebih dahulu dari debitur untuk melindungi debitur agar tidak terjadi eksekusi gadai saham yang diluar sepengetahuan debitur, Pasal 1154 KUHPerdata yang mengatur bahwa kreditur tidak boleh memiliki barang gadai apabila debitur wanprestasi begitu juga dalam eksekusi terhadap gadai saham. Kreditur selaku pemegang gadai saham/ pemohon eksekusi tidak boleh sebagai pemenang lelang/pemohon eksekusi, tidak boleh sebagai pemenang/ pembeli lelang, pelanggaran terhadap ketentuan kreditur membeli saham gadai mengakibatkan perjanjian gadai batal demi hukum. Adanya perjanjian gadai maka telah terjadi inbezitelling atau peralihan kekuasaan barang gadai kepada kreditur, dan apabila hutang terlunasi maka kembalilah bezit tersebut kepada debitur, sedangkan apabila wanprestasi maka kreditur memiliki hak preferen terhadap barang gadai tersebut, sehingga dapat dilakukan eksekusi bahkan secara private selling selama memang telah diperjanjikan atau atas ijin debitur sebelumnya. Dari kasus sebagai acuan penulis, permasalahannya dan seiring dengan terjadinya gadai saham seolah-olah saham sudah beralih kepemilikannya, maka penulis mempunyai saran agar Hukum Perdata di Indonesia (khususnya mengenai gadai) yaitu Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata di lengkapi/ di sempurnakan,karena tidak lagi dapat mengatur seluruh perbuatan gadai yang sudah berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri dan adanya saham-saham perusahaan public dijual di bursa. |