Undang-undang kerahasiaan bank di Indonesia yang sangat ketat ternyata telah menjadi penyebab dari industri perbankan nasional menjadi tempat persembunyian dan pencucian hasil kejahatan KKN, penggelapan pajak dan sejenisnya. Buntut dari persoalan yang menimbulkan kerugian ini, rakyatlah yang memikul bebannya ditambah apakah hukum sudah ditegakkan terhadap pelaku. Bank wajib merahasiakan keterangan nasabah dan simpanannya, kecuali yang ditentukan dalam pasal 41, 41A, 42, 43, 44, dan 44A Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Ketentuan rahasia bank yang diatur dalam pasal 40 UU Perbankan juga dikecualikan dalam Undang-Undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 tahun 2003. Prinsip kerahasiaan yang pada awalnya menjadi rintangan utama dalam upaya pelaporan terkait dengan indikasi pencucian uang kini dalam kerahasiaan bank tersebut sudah tidak perlu dimasalahkan lagi, karena dapat disimpangi dengan beberapa pengecualian untuk dapat membukanya,dan dapat dilakukan sepanjang menyangkut status hukum tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Pemberantasan pencucian adalah penting karena pencucian uang merupakan sarana penting bagi kejahatan yang mengahasilkan uang, baik kejahatan narkoba, korupsi, penggelapan pajak dan yang berkaitan dengan perbankan. Upaya yang dilakukan perbankan dalam penanggulangan kejahatan pencucian uang dalam di dalam kerahasiaan bank adalah menciptakan sistem yang kuat dari infiltrasi pencucian uang, hal ini dapat dimulai dari pelaksanaan kewajiban perbankan itu sendiri, di mana salah satunya adalah penerapan prinsip mengenal nasabah dan semua kewajiban pelaporan baik transaksi keuangan mencurigakan maupun transaksi keuangan tunai. |