Imam adalah orang beriman yang diangkat menjadi pelayan rohani melalui sakramen imamat, yang dikuduskan dan ditugaskan selaku pribadi Kristus Sang Kepala, menggembalakan umat Allah (Kanon 1008, Kitab Hukum Kanonik). Seorang imam merupakan gambaran pribadi Kristus sebagai Kepala dan Gembala umat-Nya, untuk hidup dan berkarya atas kekuatan Roh Kudus dalam pengabdian kepada Gereja dan demi penyelamatan dunia (Paulus II, 1992). Betapapun sentral dan istimewanya, imam selamanya tetaplah manusia dan berasal dari dunia ini. Untuk itu, imam juga mengalami semua kelemahan manusia, luka-luka dosa asal dan dosa aktual serta neurosa (Briere, 2003). Kelemahan-kelemahan manusiawi inilah yang seringkali membuat seorang imam melepaskan jubahnya dan meninggalkan Gereja. Untuk itulah diperlukan adanya suatu bentuk evaluasi diri atau yang sering disebut dengan psychological well being. Psychological wellbeing merupakan evaluasi diri secara sadar termasuk reaksi efektif yang terus berlangsung, yang dilaporkan saat ini maupun secara umum di dalam periode tertentu Diener & Diener (1996). Psychological Well-Being terdiri dari 6 Dimensi, yaitu penerimaan diri, otonomi, penguasaan lingkungan, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan pertumbuhan diri. Fokus subyek penelitian ini adalah imam diosesan di Keuskupan Bogor yang berjumlah 38. Peneliti menggunakan alat ukur SPWB dari Ryff (1989) yang terdiri dari 84 item. Berdasarkan uji validitas didapat 66 item yang bisa digunakan dalam penelitian ini dengan reliabilitas antara 0.666 – 0.790. Hasil penelitian menunjukan bahwa psychological well-being imam diosesan di Keuskupan Bogor cenderung tinggi, demikian pula dengan masingmasing dimesi-dimensi yang ada. Berdasarkan data tambahan, didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan psychological well-being pada imam diosesan yang dilihat dari aspek demografisnya. Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka imam diosesan di Keuskupan Bogor disarankan untuk terus memperhatikan dan meningkatkan kondisi psychological well-being agar dapat melakukan pelayanan dengan lebih baik laik, serta memperbanyak kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan psychological well-being seperti retret, ziarah, rekreasi, dll. Kelemahan dari penelitian ini adalah kurang banyaknya jumlah sample serta tidak adanya pendekatan kualitatif yang dapat memperkaya hasil penelitian |