Banyaknya perusahaan taksi yang beroperasi di Jakarta membuat semakin beratnya persaingan di antara perusahaan taksi maupun di antara pengemudi taksi itu sendiri. Salah satu perusahaan taksi yang sedang berkembang yaitu Taksi Express. Para pengemudi Taksi Express menghadapi berbagai tekanan setiap harinya baik yang berasal dari luar perusahaan maupun dari dalam perusahaan. Berbagai kondisi yang dihadapi pengemudi Taksi Express setiap harinya menuntut para pengemudi taksi ini tidak hanya harus memiliki kondisi fisik yang baik melainkan juga kondisi psikis yang baik. Peneliti ingin melihat kondisi psikis atau yang sering disebut dengan psychological well-being dari pengemudi Taksi Express di Jakarta. Menurut Ryff (1989), psychological well-being meliputi enam dimensi yaitu dimensi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, otonomi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan ertumbuhan pribadi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi akurat mengenai psychological well-being dari pengemudi Taksi Express di Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang mengukur keenam dimensi psychological well-being. Item-item dari kuesioner ini disusun oleh tim penelitian payung di bawah koordinasi Dr. B. P. Dwi Riyanti yang dibuat untuk berbagai profesi pekerjaan. Responden dari penelitian ini berasal dari pool-pool Taksi Express di Jakarta yang diambil secara non-random dengan teknik accidental sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap dimensi psychological wellbeing pada pengemudi Taksi Express sudah tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh urutan kepentingan keenam dimensi dari yang dianggap terpenting sampai yang dianggap paling kurang penting oleh pengemudi Taksi Express yaitu dimensi pertumbuhan pribadi, dimensi otonomi, dimensi penerimaan diri, dimensi penguasaan lingkungan, dimensi tujuan hidup, dan dimensi hubungan positif dengan orang lain yang menempati urutan terakhir. Melalui hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa kondisi demografis seperti usia, pendidikan, lama bekerja, dan pendapatan per bulan ternyata tidak menimbulkan perbedaan psychological well-being pengemudi Taksi Express. Satu-satunya kondisi demografis yang menimbulkan perbedaan psychological well-being adalah status pernikahan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan usaha-usaha untuk peningkatan dimensi-dimensi psychological well-being pengemudi taksi terutama pengemudi Taksi Express di Jakarta |