Sampai saat ini, umumnya keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan mahasiswa diukur dengan suatu alat evaluasi, yang kemudian menghasilkan angka terakhir berupa indeks prestasi kumulatif (IPk). Diasumsikan, semakin tinggi IPk yang dimiliki, semakin baiklah unjuk kerja mahasiswa tersebut dalam mata kuliah atau topik yang diukur. Dengan demikian, IPk juga diharapkan memprediksi keberhasilan mahasiswa yang bersangkutan di masa datang. Namun kenyataannya di lapangan, banyak mahasiswa yang memiliki IPk tinggi, ternyata kurang dapat mengaplikasikan ilmunya setelah bekerja. Mereka pun kurang dapat menganalisis suatu situasi dengan baik, mengidentifikasi masalah dan memecahkannya. Padahal, diharapkan mereka yang memiliki prestasi baik, juga menampilkan perilaku yang menunjukkan intelektualitas mereka. Ritchhart (2002) mengatakan bahwa individu yang memiliki intelektual seharusnya pun memiliki motivasi untuk melakukan suatu hal, rasa ingin tahu, dan tingkah laku lain yang dituntut untuk dapat disebut sebagai tingkah laku intelektual. Dengan demikian, paradigma ini melihat intelektual sebagai suatu tingkah laku, dan tidak hanya mencakup kemampuan. Ritchhart (2002) menambahkan, bahwa tingkah laku intelektual adalah yang paling diperlukan di dunia. Untuk itu, hal yang penting adalah memakai kemampuan tersebut sehingga kemampuan itu memainkan peran. |