Hampir setiap pasangan yang menikah menganggap keluarga yang akan dibentuk belumlah lengkap tanpa seorang anak. Namun saat penantian akan hadirnya penerus keluarga tersebut dapat berubah menjadi menjadi kekecewaan saat mengetahui bahwa anak yang mereka lahirkan tidak sempurna atau memiliki suatu kelainan. Respon orangtua dengan anak cacat fisik (yang langsung tampak) maupun psikis (tidak langsung tampak) berbeda-beda. Penelitian ini memfokuskan diri pada orangtua dari anak yang mengalami retardasi mental, karena kecacatan ini secara fisik terlihat dan juga ditunjukkan dengan keterbatasan fungsi intelektual dan perilaku adaptif selama masa perkembangan atau sebelum usia 18 tahun, sehingga dapat menimbulkan tekanan tinggi di dalam kehidupan berkeluarga. Duncan dan Moses (dalam Gargiulo 1985), yang mengaplikasikan Teori Kubler-Ross mengenai tahaptahap pengembangan reaksi terhadap kematian, mengungkapkan respon orangtua yang mengetahui anaknya mengalami kelainan dalam tiga fase yaitu tahap primary (shock, denial, grief & depression), tahap secondary (ambivalensi, guilt, anger, shame & embarrassment) yang terakhir tahap tertiary (bargaining, adaptation & reorganization, acceptance & adjustment). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat tingkat penerimaan yang dialami oleh ayah dan ibu yang memiliki anak retardasi mental yang dilihat dari reaksi reaksi terkini dengan juga mengeksplorasi faktor - faktor yang mendukung tingkat penerimaan tersebut, sehingga rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana tingkat penerimaan ayah dan ibu yang memiliki anak retardasi mental?” Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan menggunakan 4 orang sebagai responden, di mana mereka juga merupakan dua pasang suami isteri yang memiliki anak retardasi mental. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang digunakan sebagai panduan umum dalam melakukan pengambilan data. Adapun hasil penelitian ini menggambarkan tingkat penerimaan dari ayah dan ibu yang memiliki anak retardasi mental. Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap individu memiliki keunikan dalam proses penerimaannya sehingga mereka berada dalam tingkat yang berbeda-beda dan melaluinya dalam jangka waktu yang berbeda pula. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar lebih memperhatikan peran dukungan sosial, pengaruh religiusitas, perbedaan jenis kelamin orangtua, dan usia anak sebagai faktor yang berpengaruh terhadap hasil penelitian. Peneliti juga mengemukakan pentingnya kejelasan informasi, kehidupan religius, support group bagi orangtua dari anak retardasi mental, serta dukungan dari para profesional yang menangani para orangtua tersebut. |