Anda belum login :: 17 Apr 2025 13:00 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Hubungan antara Sikap Orangtua Siswa Reguler terhadap Pendidikan Inklusi dan Keputusan untuk Tetap Menyekolahkan Anak di Sekolah Inklusi
Bibliografi
Author:
SANDRIANA, AGNES
;
Purwanti, Margaretha
(Advisor);
Widyawati, Yapina
(Advisor)
Topik:
Anak Berkebutuhan Khusus
;
ABK
;
Sekolah Inklusi
Bahasa:
(ID )
Penerbit:
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Tempat Terbit:
Jakarta
Tahun Terbit:
2008
Jenis:
Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
Agnes Sandriana Undergraduated Theses.pdf
(368.62KB;
106 download
)
Ketersediaan
Perpustakaan Pusat (Semanggi)
Nomor Panggil:
FP-1198
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
1
Lihat Detail Induk
Abstract
Sehubungan dengan program ”Pendidikan untuk Semua”, pemerintah DKI Jakarta telah menjalankan program pendidikan inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di beberapa Sekolah Dasar Negeri di setiap kotamadya sejak tahun 2003. Pihak yang berperan dalam pendidikan inklusi adalah sekolah, siswa (baik reguler maupun ABK), masyarakat, dan orangtua (orangtua siswa reguler atau ABK). Pihak-pihak ini harus bekerja sama agar pendidikan inklusi bisa terselenggara dengan baik. Agar pendidikan inklusi berjalan dengan baik, orangtua siswa, baik regular atau ABK harus berperan secara aktif. Peran aktif orangtua memberi dampak yang positif bagi anak di sekolah, terutama bagi ABK. Menurut Stubbs (2002), orangtua yang berperan aktif dalam pendidikan inklusi adalah orangtua yang memiliki sikap yang positif. Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan pendidikan inklusi, orangtua ABK dan orangtua siswa reguler harus memiliki sikap yang positif. Peran orangtua siswa reguler dalam mendukung keberhasilan pendidikan inklusi adalah dengan memutuskan untuk tetap menyekolahkan anak di sekolah inklusi. Keputusan orangtua tersebut dapat mempengaruhi pihak sekolah dalam menerima atau tidak ABK di sekolah tersebut. Menurut Schiffman dan Kanuk (2006), sikap adalah salah satu faktor pertimbangan individu dalam mengambil suatu keputusan. Namun, menurut Paramitha (2006), orangtua memerlukan informasi lain berkaitan dengan sekolah yang dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan memilih sekolah tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara sikap yang dimiliki oleh orangtua siswa reguler dan keputusannya untuk tetap menyekolahkan anak di sekolah inklusi. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Jumlah sampel yang digunakan adalah 50 orang, yaitu 50 orangtua siswa reguler di tiga sekolah inklusi negeri di Jakarta. Orangtua siswa reguler yang dijadikan sampel adalah orangtua dari siswa kelas 1 SD sampai kelas 3 SD. Metode sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yang terdiri dari alat ukur sikap dan pertanyaan terbuka mengenai keputusan orangtua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap orangtua siswa reguler terhadap pendidikan inklusi dengan keputusan untuk tetap menyekolahkan anak di sekolah inklusi. Menurut data penelitian, hal itu dapat disebabkan karena para orangtua siswa reguler memutuskan untuk tetap menyekolahkan anaknya di sekolah inklusi bukan karena sikap terhadap pendidikan inklusi, melainkan karena lokasi sekolah yang dekat dengan tempat tinggal, biaya pendidikan dan mutu sekolah yang baik (hasil jawaban dari pertanyaan kuesioner bagian kedua). Selain itu, rendahnya korelasi antara sikap dan keputusan orangtua siswa reguler disebabkan karena jawaban yang homogen dari sebagian besar subjek mengenai keputusan untuk tetap menyekolahkan anak di sekolah inklusi. Sikap yang beragam dan keputusan yang homogen membuat korelasi menjadi rendah. Homgenitas jawaban subjek disebabkan karena kebanyak subjek sudah mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak dan kemungkinan kecil untuk memindahkan dari sekolah inklusi. Peneliti memberi saran berkaitan dengan hasil penelitian dan kelemahan dari penelitian ini, yaitu mengadakan penelitian pada orangtua murid taman kanak-kanak (TK), yang belum dan akan mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak di sekolah dasar (SD). Saran berikutnya diberikan kepada sekolah penyelenggara inklusi, yaitu peningkatan mutu sekolah. Hal itu berkaitan dengan orangtua yang lebih mempertimbangkan kurikulum sekolah dan lokasi daripada sistem pendidikan inklusi. Dengan mutu sekolah yang baik, orangtua tidak akan keberatan dengan pendidikan inklusi yang diselenggarakan di sekolah tersebut. Saran selanjutnya adalah diadakan sosialisasi mengenai pendidikan inklusi bagi para orangtua siswa reguler agar lebih memahami makna pendidikan inklusi dan keberadaan ABK di sekolah, sehingga bisa membentuk sikap yang positif dan mau mendukung keberhasilan pendidikan inklusi.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Lihat Sejarah Pengadaan
Konversi Metadata
Kembali
Process time: 0.09375 second(s)